Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Penegak Citra DPR, pada hari Rabu melakukan aksi di depan gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta. Dalam aksinya tersebut, mereka memprotes rencana pembangunan gedung baru DPR sebesar 1,6 trilyun rupiah.
Sejumlah LSM tersebut diantaranya adalah Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia.
Menurut Peneliti dari ICW, Illian Deta Sari, pembangunan gedung baru untuk para anggota DPR ini sangat tidak pantas, apalagi saat ini kondisi masyarakat Indonesia masih memprihatinkan dimana pengangguran dan kemiskinan masih sangat tinggi.
Menurut Illian, dana pembangunan gedung DPR sebesar 1,6 trilliun rupiah ini dapat digunakan untuk membangun 12.000 sekolah dan membiayai jaminan kesehatan masyarakat sebanyak 22 juta penduduk miskin.
“Gedung sekolah yang ambruk masih ratusan ribu. Masih banyak pula anak-anak yang mati busung lapar, mati kelaparan, tidak dapat mengakses pendidikan, kesehatan. Tapi mengapa anggaran yang seharusnya bisa untuk kesejahteraan masyarakat digunakan untuk hal yang tidak mendesak seperti ini,” ungkap Illian.
Selain itu, selama ini kinerja para anggota dewan juga belum menunjukan prestasi. Tahun ini, DPR menargetkan dapat menyusun 70 undang-undang, tetapi faktanya pada akhir Agustus ini, baru sekitar tujuh undang-undang yang dirampungkan.
Para anggota Dewan saat ini berkantor di ruangan seluas 32 meter persegi. Jika gedung baru selesai, ruang untuk setiap anggota Dewan akan bertambah menjadi 116 meter persegi. Diperkirakan dalam ruang itu akan diisi oleh seorang anggota DPR, seorang asisten pribadi dan lima staf ahli.
Gedung tersebut nantinya juga akan dilengkapi dengan sejumlah fasilitas seperti kolam renang dan spa.
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR, Pius Lustrilanang, mengatakan pembuatan gedung baru DPR ini karena kondisi gedung DPR yang sekarang sudah carut marut dan terlalu padat.
“Anggota DPR kan punya mitra di luar negeri, kita berbagi informasi, kita saling berkunjung. Kita melihat gedung parlemen di negara lain punya wibawa. Dan, ini dinegosiasikan dengan pemerintah dan pemerintah setuju untuk memberikan dana,” ujar Pius.
Sementara itu, Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Sebastian Salang mengungkapkan apabila yang terjadi selama ini adalah over-capacity, maka seharusnya pembangunan gedung untuk para anggota dewan tidak perlu sampai 37 lantai.
“Karena itu gedung ini adalah menambah gedung Nusantara I, cara bepfikirnya begitu. Tidak perlu 37 lantai. Mungkin paling tinggi 10 lantai. Kalau 10 lantai, berapa penghematannya?” kata Sebastian.
Ketua Mahkamah konstitusi Mahfud MD juga menilai pembangunan gedung mewah untuk para anggota DPR tersebut melanggar rasa kepantasan masyarakat. Anggaran tersebut dapat digunakan untuk hal yang lebih mendesak seperti perbaikan rumah dinas hakim dan prajurit.