Gedung Putih Kutuk Serangan Gas di Suriah

Juru bicara Gedung Putih, Sean Spicer.

Gedung Putih mengutuk dugaan serangan gas yang dilakukan pemerintah Suriah terhadap warga sipil di propinsi Idlib hari Selasa (4/4). Hampir 100 warga sipil dilaporkan tewas dan banyak lainnya cedera dalam serangan kimia menelan yang paling banyak korban jiwa sejak tahun 2013.

Seorang pakar Timur Tengah mengatakan dugaan penggunaan gas beracun oleh pasukan Assad menunjukkan ketidakkhawatiran Suriah atas kemungkinan konsekuensi tindakannya.

Gedung Putih hari Selasa (4/4) mengutuk apa yang disebutnya sebagai “serangan kimia tercela” yang dilakukan pemerintah Suriah terhadap warga sipil, dan menambahkan “tindakan keji” ini tidak boleh diabaikan oleh dunia yang beradab.

Pernyataan Presiden Donald Trump yang dibacakan juru bicara Gedung Putih Sean Spicer menyalahkan serangan itu pada apa yang disebut sebagai “kelemahan” pemerintahan sebelumnya.

“Presiden Obama pada tahun 2012 mengatakan akan menetapkan “garis merah” penggunaan senjata kimia, dan kemudian ia tidak melakukan apapun,” kata Spicer.

Setelah serangan gas sarin tahun 2013 yang menimbulkan kemarahan dunia, Trump – dalam pesan di Twitter yang ditujukan oleh Presiden Obama tahun 2013 – menyarankan supaya Amerika menahan diri untuk tidak terlibat di Suriah, dengan mengatakan Amerika tidak akan mendapat manfaat apapun dari keterlibatannya.

Beberapa komentator dengan cepat merujuk cuitan itu.

Steven Heydemann di Brookings Institution mengatakan, “Menyalahkan Demokrat sekarang ini atas penolakan pemerintah Trump untuk mengambil tindakan, saya kira ini sangat munafik.”

Pakar Timur Tengah Steven Heydemann mengatakan pada VOA pemerintah Suriah jelas berada di balik serangan hari Selasa itu.

“Saya kira sebagian karena mereka mengharapkan dukungan Rusia dan sebagian lagi karena mereka merasa mekanisme akuntabilitas yang mungkin mengenakan sanksi atas penggunaan senjata-senjata seperti itu telah menjadi lemah; sebagian karena kemenangan mereka di lapangan dan sebagian lagi karena terpilihnya Donald Trump,” ujar Steven Heydemann.

Heydemann mengatakan Dewan Keamanan PBB harus melakukan pemungutan suara untuk menghukum pemerintah Suriah atas kejahatan perang yang telah dilakukan terhadap rakyatnya. Jika Rusia atau negara lain yang memiliki hak veto dalam Dewan Keamanan memblokir langkah ini, maka mereka bisa dianggap ikut bersalah dalam kejahatan itu.

Rusia dengan tegas membantah terlibat dalam serangan itu.

Sejumlah saksi mata mengatakan serangan hari Selasa itu adalah salah serangan kimia yang menelan paling banyak korban jiwa di Suriah sejak tahun 2013. [em/ds]