Menyelamatkan diri dari zona bermasalah di Irak, Afghanistan, Pakistan, Iran dan Sri Lanka, gelombang pencari suaka yang menuju Australia kini memicu bisnis penyelundupan manusia di Indonesia.
Sementara berbagai upaya bilateral mengatasi perdagangan ilegal itu sudah dimulai, pihak pengecam mengatakan nelayan miskin Indonesia secara tidak adil dihukum dalam penumpasan penyelundupan manusia itu.
Berita media di Australia mengenai pengungsi yang bersedia mempertaruhkan jiwa mereka di kapal-kapal yang sudah reot hampir terjadi setiap minggu.
Angkatan Laut Australia sangat waspada menjaga perbatasan negara itu dalam beberapa tahun ini, menangkap penyelundup manusia dan klien mereka kemudian mengerek kapal-kapal kosong itu lalu membakarnya di laut.
Tapi pihak pengecam mengatakan Angkatan Laut Australia juga membakar kapal-kapal nelayan biasa yang tersesat ke perairan Australia dan memusnahkan sumber kehidupan mereka.
Masalah bertambah buruk bagi para nelayan pada tahun 2009 ketika tumpahan minyak Montara mengakibatkan 18 ribu nelayan tidak bisa bekerja. Para analis mengatakan polusi itu setara parahnya dengan tumpahan minyak di Teluk Meksiko.
Pengacara imigrasi Australia, Greg Phelps yang kini menuntut ganti rugi dari pemerintah Australia bagi seorang nelayan yang kapalnya di bakar mengatakan para nelayan miskin dari daerah terpencil di Indonesia timur tidak banyak pilihan untuk mencari nafkah membuat sebagian tergoda ikut melakukan penyelundupan.
“Nelayan di kawasan itu melakukannya karena sejumlah alasan. Antara lain karena kapal mereka di bakar, atau mereka mengklaim tidak adanya lagi kapasitas untuk mencari ikan karena tumpahan minyak Montara. Jadi karena alasan itu atau yang lainnya sebagian nelayan hanya duduk-duduk saja dan tidak punya pekerjaan dan mereka menjadi sasaran seseorang yang mengatur operasi penyelundupan orang,” papar Greg.
Greg kini menjadi pengacara dua nelayan Indonesia di Pengadilan Tinggi Australia setelah mereka tertangkap mengangkut pencari suaka.
Tahun ini jumlah orang yang mencari suaka di Australia melampaui tahun-tahun sebelumnya.
Tapi Greg mengatakan menghukum nelayan itu bisa membendung arus pencari suaka itu.
Di Indonesia, laporan-laporan media yang terbaru juga menekankan keterlibatan beberapa pejabat angkatan bersenjata Indonesia dalam perdagangan penyelundupan manusia.
Seorang perwira minggu ini diadili di Jawa Timur setelah dituduh mengatur kapal-kapal bagi pencari suaka.
Isu anak-anak Indonesia yang dipekerjakan sebagai juru masak dan awak kapal dan kemudian ditahan di penjara-penjara orang dewasa di Australia atas tuduhan penyelundupan manusia juga memicu kritik sengit.
Juru bicara Kementrian Luar Negeri Indonesia Michael Tene mengatakan nelayan dan anak-anak di bawah umur acapkali ditipu untuk bekerja di kapal-kapal itu dan tidak sepenuhnya memahami keterlibatan mereka.
Ia mengatakan kedua pemerintahan kini bekerja sama erat untuk melindungi nelayan Indonesia yang tidak menyadari keterlibatan mereka dalam perdagangan itu.
“Kami sangat prihatin mengenai situasi ini dan kami telah bekerja erat dengan pemerintah Australia untuk membahas isu ini, khususnya yang melibatkan anak di bawah umur. Kami juga akan meningkatkan upaya kami terhadap rakyat kami yang menetap di pesisir, para nelayan mengenai akibat aktivitas penyelundupan manusia,” ungkap Michael.
Australia kini mendapat tekanan luar biasa dari segi politik untuk mencari penyelesaian tapi upaya untuk mendirikan pusat pemrosesan di lepas pantai di Timor Timur dan di lokasi regional lainnya telah gagal dan memicu perdebatan lebih jauh.
Lebih dari enam ribu pencari suaka telah tiba di Australia tahun ini dan ratusan lagi tewas di laut sejak 2011.
Berita media di Australia mengenai pengungsi yang bersedia mempertaruhkan jiwa mereka di kapal-kapal yang sudah reot hampir terjadi setiap minggu.
Angkatan Laut Australia sangat waspada menjaga perbatasan negara itu dalam beberapa tahun ini, menangkap penyelundup manusia dan klien mereka kemudian mengerek kapal-kapal kosong itu lalu membakarnya di laut.
Tapi pihak pengecam mengatakan Angkatan Laut Australia juga membakar kapal-kapal nelayan biasa yang tersesat ke perairan Australia dan memusnahkan sumber kehidupan mereka.
Masalah bertambah buruk bagi para nelayan pada tahun 2009 ketika tumpahan minyak Montara mengakibatkan 18 ribu nelayan tidak bisa bekerja. Para analis mengatakan polusi itu setara parahnya dengan tumpahan minyak di Teluk Meksiko.
Pengacara imigrasi Australia, Greg Phelps yang kini menuntut ganti rugi dari pemerintah Australia bagi seorang nelayan yang kapalnya di bakar mengatakan para nelayan miskin dari daerah terpencil di Indonesia timur tidak banyak pilihan untuk mencari nafkah membuat sebagian tergoda ikut melakukan penyelundupan.
“Nelayan di kawasan itu melakukannya karena sejumlah alasan. Antara lain karena kapal mereka di bakar, atau mereka mengklaim tidak adanya lagi kapasitas untuk mencari ikan karena tumpahan minyak Montara. Jadi karena alasan itu atau yang lainnya sebagian nelayan hanya duduk-duduk saja dan tidak punya pekerjaan dan mereka menjadi sasaran seseorang yang mengatur operasi penyelundupan orang,” papar Greg.
Greg kini menjadi pengacara dua nelayan Indonesia di Pengadilan Tinggi Australia setelah mereka tertangkap mengangkut pencari suaka.
Tahun ini jumlah orang yang mencari suaka di Australia melampaui tahun-tahun sebelumnya.
Tapi Greg mengatakan menghukum nelayan itu bisa membendung arus pencari suaka itu.
Di Indonesia, laporan-laporan media yang terbaru juga menekankan keterlibatan beberapa pejabat angkatan bersenjata Indonesia dalam perdagangan penyelundupan manusia.
Seorang perwira minggu ini diadili di Jawa Timur setelah dituduh mengatur kapal-kapal bagi pencari suaka.
Isu anak-anak Indonesia yang dipekerjakan sebagai juru masak dan awak kapal dan kemudian ditahan di penjara-penjara orang dewasa di Australia atas tuduhan penyelundupan manusia juga memicu kritik sengit.
Juru bicara Kementrian Luar Negeri Indonesia Michael Tene mengatakan nelayan dan anak-anak di bawah umur acapkali ditipu untuk bekerja di kapal-kapal itu dan tidak sepenuhnya memahami keterlibatan mereka.
Ia mengatakan kedua pemerintahan kini bekerja sama erat untuk melindungi nelayan Indonesia yang tidak menyadari keterlibatan mereka dalam perdagangan itu.
“Kami sangat prihatin mengenai situasi ini dan kami telah bekerja erat dengan pemerintah Australia untuk membahas isu ini, khususnya yang melibatkan anak di bawah umur. Kami juga akan meningkatkan upaya kami terhadap rakyat kami yang menetap di pesisir, para nelayan mengenai akibat aktivitas penyelundupan manusia,” ungkap Michael.
Australia kini mendapat tekanan luar biasa dari segi politik untuk mencari penyelesaian tapi upaya untuk mendirikan pusat pemrosesan di lepas pantai di Timor Timur dan di lokasi regional lainnya telah gagal dan memicu perdebatan lebih jauh.
Lebih dari enam ribu pencari suaka telah tiba di Australia tahun ini dan ratusan lagi tewas di laut sejak 2011.