Greenpeace Kecam HSBC Karena Danai Perusahaan Perusak Hutan Indonesia

Petugas membawa gulungan selang setelah memadamkan kebakaran di perkebunan kelapa sawit di desa Jebus, Muaro Jambi, Jambi. (Foto: Dok)

HSBC memberi pinjaman pada perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang “bertanggung jawab atas aktivitas-aktivitas yang tidak dapat diterima”, kata Greenpeace.

Kelompok lingkungan hidup Greenpeace International hari Selasa (17/1) mengecam HSBC Holdings Plc karena diduga mendanai perusahaan-perusahaan kelapa sawit di Indonesia yang menurutnya telah menghancurkan hutan-hutan hujan tropis.

HSBC dan bank-bank lain memberi pinjaman pada perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang “bertanggung jawab atas aktivitas-aktivitas yang tidak dapat diterima”, tulis Greenpeace dalam laporannya, menyoroti pinjaman bernilai ratusan juta dolar yang diberikan bank yang berpusat di London itu sejak 2012 kepada enam perusahaan yang diduga bertanggung jawab atas penebangan hutan di Indonesia.

Laporan tersebut, yang juga mengutarakan dugaan pelanggaran undang-undang perburuhan dan izin-izin operasi, mengikuti tren meningkatkan tekanan dari kelompok-kelompok lingkungan hidup terhadap perusahaan-perusahaan di Eropa untuk membersihkan rantai pasokan mereka di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia.

“Dengan memberikan pendanaan tanpa uji tuntas yang layak mengenai keberlanjutan, bank-bank memungkinkan praktik-praktik pengrusakan sektor kelapa sawit untuk terus berlanjut,” tambah kelompok itu. HSBC mengatakan kebijakan-kebijakannya menyerukan praktik-praktik berkelanjutan dan legal.

“Kebijkan-kebijakan HSBC melarang pendanaan operasi-operasi yang ilegal, merusak hutan bernilai konservasi tinggi…atau melanggar hak-hak pekerja dan warga lokal,” kata bank itu dalam pernyataan lewat email.

“Kami tidak mengetahui pada situasi sekarang ini adanya nasabah yang diduga beroperasi di luar kebijakan kami dan bahwa kami tidak mengambil tindakan yang seharusnya,” tambah bank itu.

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia, minyak yang dapat dimakan dan digunakan dalam serangkaian produk dari cokelat sampai sabun. Para pegiat lingkungan mengatakan jutaan hektar lahan di hutan telah dibuka untuk dijadikan perkebunan, seringkali oleh petani skala kecil yang menggunakan metode pembakaran yang menimbulkan polusi kabut asap di wilayah ini setiap tahun.

“(HSBC) mengklaim kebijakan-kebijakannya ‘melarang pendanaan penebangan hutan’, meskipun banyak perusahaan yang didanainya menghancurkan hutan,” tambah Greenpeace.

Greenpeace mendesak HSBC, bank terbesar di Eropa, untuk meningkatkan uji tuntas terhadap para kliennya dan tidak bergantung pada standar-standar yang ditetapkan oleh asosiasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

RSPO baru-baru ini dikecam para aktivis lingkungan hidup karena penanganan yang buruk atas keluhan-keluhan terhadap para anggotanya, mendorong grup-grup seperti Nestle untuk melakukan pemeriksaan sendiri terhadap para pemasoknya.

Asosiasi industri ini juga telah dikritik atas lemahnya penegakan standar-standar keberlanjutan dan hak asasi pekerja. [hd]