Pada hari ketiganya memangku jabatan sebagai sekretaris jenderal NATO yang baru, Mark Rutte mengunjungi Kyiv pada Kamis (3/10) untuk menyampaikan pesan tegasnya.
“NATO mendukung Ukraina,” ujar Rutte.
Ukraina ingin menggunakan rudal jarak jauh dari Barat untuk menyerang target-targetnya di dalam wilayah Rusia. AS dan sekutu-sekutu lainnya menahan diri—khawatir akan adanya eskalasi dengan Moskow. Sementara itu, Rutte menegaskan posisinya.
“Menarget jet-jet tempur dan rudal Rusia sebelum mereka digunakan untuk menyerang infrastruktur sipil Ukraina dapat membantu menyelamatkan jiwa,” jelasnya.
Saat ditanya apakah ia khawatir dunia melupakan negaranya di tengah meningkatnya konflik di Timur Tengah, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menjawab, “Cara terbaik untuk tidak melupakan Ukraina adalah merespons dengan senjata, (dan) memberikan persetujuan semestinya.”
Your browser doesn’t support HTML5
Memenuhi permintaan itu bukanlah perkara mudah. Bulan depan, warga Amerika Serikat akan memilih presiden baru, yaitu Donald Trump atau Kamala Harris. Rutte mengatakan dia akan bekerja sama dengan siapa pun yang terpilih nanti.
“Ada risiko nyata bagi Ukraina, bahwa Trump mungkin akan mencoba untuk mendesak Ukraina dan memaksa Ukraina untuk menyerah kepada Rusia, yang akan berdampak buruk bagi keamanan Eropa. Itu tantangan yang pertama. Tantangan kedua adalah, sekalipun Wakil Presiden Harris yang memenangkan pemilu AS, dia mungkin masih menghadapi Kongres yang terpecah, dan dia mungkin masih kesulitan untuk meloloskan paket bantuan untuk Ukraina melalui Kongres,” kata Armida van Rij, peneliti senior di lembaga kajian Chatham House yang berbasis di London.
Skenario apapun yang terjadi, sekutu-sekutu NATO di Eropa perlu meningkatkan bantuan militer mereka. “Dan lagi-lagi, ada tantangan lainnya, karena banyak negara telah menghabiskan pasokan mereka,” tambah van Rij.
Kremlin menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin mengenal baik Mark Rutte sejak menjabat sebagai perdana menteri Belanda.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, “Pada saat itu, ada harapan untuk membangun hubungan pragmatis yang baik. Namun, kita tahu apa yang terjadi kemudian—Belanda mengambil sikap yang bertentangan, untuk sepenuhnya memutuskan hubungan dengan Rusia. Jadi, kami tidak yakin akan ada kebijakan aliansi (NATO) yang baru atau signifikan.”
Rutte memimpin NATO saat aliansi itu menghadapi China yang semakin menonjolkan diri.
“Terkait China, masih ada beberapa sekutu yang mengatakan, ‘Kami tidak yakin kami perlu masuk ke ranah Indo-Pasifik’,” ungkap Armida van Rij.
Rutte mengungkapkan, dia akan berupaya memperkuat kemitraan NATO dengan sekutu-sekutu di luar aliansi—karena NATO menyesuaikan diri dengan dunia geopolitik yang semakin saling terhubung. [br/ns]