Foto-foto yang viral tersebut menunjukkan ratusan praja IPDN mengikuti makan bersama yang dihadiri pejabat. Sementara foto lain menunjukkan sejumlah praja nampak berjoget di depan panggung bersama penyanyi yang mengisi acara.
Indonesia Police Watch (IPW) mengecam kegiatan pada Hari Idul Fitri, 24 Mei 2020 siang, tersebut. Direktur IPW Neta S Pane mengatakan, IPDN melanggar ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). "Sebab apapun alasannya, aksi pengumpulan massa di kampus IPDN ini, selain ketentuan pemerintah pusat, juga melanggar Pergub Jawa Barat no 36 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB di wilayah Provinsi Jabar,” tegasnya dalam pernyataan tertulis.
Dia bahkan mendesak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian—yang membawahi IPDN itu—untuk mencopot rektor lembaga pencetak birokrat itu.
Peraturan Gubernur Jawa Barat memang melarang kegiatan di lingkungan pendidikan lewat pasal 4, 5, dan 6. Namun peraturan itu tidak mengatur spesifik mengenai pendidikan dalam setting asrama, seperti IPDN, di mana kegiatan berlangsung mandiri di dalam lingkungan kampus. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai PSBB pun tidak mengatur spesifik hal ini.
IPDN Klaim Terapkan Protokol Kesehatan
Juru bicara IPDN, Baharuddin Pabba, membenarkan kegiatan tersebut berlangsung dan dihadiri 3.747 praja. Namun dia menyatakan acara itu hanya makan siang bersama yang dihadiri pejabat. Dia mengatakan, karena praja IPDN dilarang mudik, pihak kampus ingin mengapresiasi mereka.
“Sekaligus memberikan arahan, motivasi, dan apresiasi, kepada mereka setelah hampir 3 bulan mereka dikarantina. Jadi ini makan rutin saja di tempat makan mereka di jadwal makan mereka,” terangnya ketika dihubungi VOA.
Dia menjelaskan, para peserta dalam acara tersebut saling menjaga jarak 1 meter, memakai masker, dan mencuci tangan. Peserta pun makan dari nasi kotak dan tidak salam-salaman untuk mengurangi kontak fisik. "Diukur suhu tubuhnya, menggunakan masker dan mencuci tangan. Dan di dalam ruangan pun, itu ada jarak ya. Meskipun di foto nampak dempet-dempetan kalau dari sisi samping, tapi kalau dari depan kelihatan berjarak 1 meter,” tambah Pabba, yang merupakan Kepala Biro Adm. Kerja Sama dan Hukum IPDN.
IPDN merasa aman, ujar Baharuddin, karena hampir semua praja dan pegawai telah melalui tes cepat masif dan semua hasilnya negatif. Tes cepat itu dilaksanakan dalam dua tahap pada 2-30 April. “Aman, karena kita juga sudah melaksanakan rapid test ke seluruh civitas, seluruh pelajar, dan hasilnya alhamdulillah semua negatif COVID,” klaimnya.
Asrama Pendidikan Sangat Rentan
Meski begitu, kekuatiran akan penularan tetap muncul. Dalam foto yang menunjukkan sejumlah praja berjoget, meski para praja memakai masker, mereka tampak tidak mengindahkan jarak fisik satu sama lain.
Your browser doesn’t support HTML5
Di samping itu, meski dengan protokol kesehatan paling ketat pun, mengumpulkan ribuan orang ketika ada wabah virus bukanlah ide yang baik. Pedoman Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) untuk COVID-19 secara tegas tidak merekomendasikan pertemuan massal.
Pusat Pengendalian Penyakit (Center for Disease Control/CDC) Amerika Serikat secara tegas merekomendasikan penutupan aula makan (dining hall) atau pujasera di asrama-asrama. CDC juga mendorong penyediaan nasi kotak (grab-and-go) supaya bisa dimakan di tempat masing-masing.
Asrama dalam institusi pendidikan dinilai sebagai tempat dengan resiko tinggi penularan COVID-19. Hal ini mengingat penghuni asrama biasanya tidur dalam barak-barak dan banyak area yang digunakan bersama.
Di Indonesia, setidaknya dua asrama jadi klaster penularan COVID-19 pada April lalu. Di Sukabumi, Jawa Barat, sebanyak 8 orang siswa Sekolah Bintara Kepolisian dinyatakan positif. Sementara 62 mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi (STT) Bethel di Petamburan, Jakarta Pusat, juga dilarikan ke RS setelah dinyatakan positif terjangkit COVID-19. [rt/em]