Harga Kedelai Mahal, Tahu Tempe Langka

  • Iris Gera
    Yudha Satriawan

Pedagang dan industri kecil tempe dan tahu di Jawa Tengah menuntut pemerintah menurunkan harga kedelai. (Photo: VOA)

Akibat sulit mendapatkan kedelai dan kalau tersedia pun harganya sangat tinggi, produksi tahu dan tempe dalam negeri dihentikan sementara.
Kekeringan yang terjadi di Amerika Serikat membuat pasokan kedelai ke Indonesia terhambat karena selama ini AS merupakan pemasok kedelai terbesar bagi Indonesia. Akibatnya, produksi tahu dan tempe terganggu dan setelah mengalami kenaikan harga dalam beberapa hari terakhir, sentra-sentra pembuatan tahu dan tempe akhirnya menghentikan produksi mereka.

Kartini, pedagang tahu dan tempe di Jakarta, mengatakan Rabu (25/7) bahwa jika dipaksakan tetap diproduksi, para pedagang juga akan sulit menentukan harga bagi para konsumen karena akan diprotes.

“Sekarang sama sekali tidak ada tempe. Sepertinya Sabtu atau Minggu baru ada. Kedelainya mahal. Tadinya Rp 6.000 per kilogram, sekarang Rp 8.000 sekilo,” ujarnya pada VoA.

Di Sukoharjo, Jawa Tengah, sekitar 500 pedagang dan pengusaha industri kecil tahu dan tempe berdemonstrasi di simpang tiga, Kartasura, Sukoharjo, Rabu (25/7), meminta pemerintah segera menurunkan harga kedelai.

“Kami menuntut pemerintah segera menurunkan harga kedelai supaya kami, rakyat miskin, rakyat kecil, ini bisa tetap menjual tahu dan tempe seperti semula. Kalau harga kedelai terlalu tinggi, kita tidak mampu beli, kita tidak bisa berdagang tahu dan tempe lagi,” ujar seorang pedagang bernama Sri Sayekti.

Juru bicara aksi tersebut, Suradi Ismoyo, mengungkapkan ada lebih dari 150 industri kecil tahu dan tempe yang ikut berdemonstrasi. Menurutnya, selain berdemonstrasi, mereka juga melakukan aksi mogok kerja tidak membuat tahu dan tempe selama dua hari ini akibat melonjaknya harga kedelai sampai Rp 9.000-Rp 10.000 per kilogram, atau naik hampir 100 persen dari Rp 5.000 per kilogram.

Ketua Asosiasi Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe Seluruh Indonesia, Sutaryo, mendesak pemerintah untuk membantu membenahi sistem tata niaga produksi tahu dan tempe di tanah air karena kedua komoditas tersebut sangat digemari masyarakat.

“Karena ini hajat orang banyak, begitu kehilangan tempe dan tahu itu merupakan hal yang luar biasa. Maka ini harus diatur tata niaganya,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, menegaskan, pemerintah tidak tinggal diam sejak harga kedelai mengalami gejolak sekitar dua minggu lalu. Sebagai respon terjadinya gejolak harga kedelai tersebut, ditambahkan Hatta, pemerintah akan menghapus bea masuk kedelai dan mendukung petani kedelai dalam negeri untuk terus meningkatkan produksi.

“Kita memfasilitasi dan memberikan keleluasaan kepada koperasi pengrajin tahu dan tempe untuk melakukan impor langsung yang akan difasilitasi kementerian perdagangan dan kementerian koperasi dan perindustrian. Kedua, kita membebaskan bea masuk kedelai sampai dengan akhir tahun dengan dilakukan pengawasan ketat oleh kementerian perdagangan, bea cukai tentu saja terhadap hal-hal ini dan diharapkan segera seteleh diputuskan harga harus turun,” ujar Hatta.

Menurutnya, kementerian perdagangan juga sudah melakukan pembicaraan dengan para pengimpor kedelai untuk tidak terlalu mengambil keuntungan yang tinggi dalam situasi kedelai dunia yang sedang mengalami persoalan karena kekeringan.

“Kita terus mendorong petani-petani kedelai kita untuk terus meningkatkan produksi dan memanfaatkan situasi pasar dunia yang memang sedang kekurangan ini,” kata Hatta.

Kebutuhan kedelai nasional mencapai sekitar 3 juta ton per tahun sementara kemampuan produksi sebesar 800 ribu ton per tahun sehingga kekurangannya mengandalkan impor. Impor kedelai terbesar bagi Indonesia berasal dari Amerika Serikat disusul Brazil dan Tiongkok.