Deretan rak yang biasa berisi ratusan minyak goreng kemasan premium tampak kosong di sejumlah toko swalayan di Solo, Sabtu (25/2). Sementara antrean panjang warga tampak di sejumlah lokasi operasi pasar penjualan minyak goreng kemasan premium yang dijual sesuai aturan pemerintah seharga Rp 14 ribu per liter, Rabu lalu ( 23/2).
Keduanya memiliki aturan yang sama: pembelian dibatasi maksimal 2 liter per orang. Warga yang sudah membeli harus mencelupkan jari ke tinta sebagai bukti, mirip saat pemungutan suara di Pemilu. Warga menyiasati dengan melibatkan anggota keluarganya di rumah untuk membeli minyak goreng operasi pasar agar mendapat lebih banyak.
Kondisi ini tak hanya terjadi di Solo saja tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia.
BACA JUGA: Ombudsman: Tingkat Kepatuhan Harga Minyak Goreng RendahPemerintah melalui Kementerian Perdagangan sejak 1 Februari 2022 telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng. Harga minyak goreng curah ditetapkan Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 dan minyak goreng kemasan premium seharga Rp 14.000 per liter.
Komisioner Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam diskusi daring bertema "Dibalik Minyak Goreng Langka dan Mahal", Jumat (25/2) mengatakan di pasar modern hingga pasar tradisional masih ditemukan minyak goreng dijual dengan harga dua hingga tiga kali lipat di atas HET.
Ombudsman, jelas Yeka, memantau 311 pasar baik modern maupun tradisional di seluruh wilayah Indonesia.
“Sebanyak 69 persen atau 70 persen kurang sedikit pasar modern (mal) itu tingkat kepatuhannya sudah sesuai dengan HET, kebalikannya pasar tradisional sekitar 13 persen, dan untuk ritel modern kepatuhannya sebesar 57 persen, dan untuk ritel tradisional 10,19 persen,” jelas Yeka dalam diskusi daring yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.
Lebih lanjut Yeka mengungkapkan harga minyak goreng sepanjang 2019 dan 2020 relatif stabil di angka Rp 14.000. Harga minyak goreng mulai mendaki pada pertengahan 2021 dan terus berlanjut hingga awal 2022 ini.
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Syahputra Saragih merespons kebijakan pemerintah yang menyamakan HET harga minyak goreng premium. Guntur menilai langkah itu bisa saja dimanfaatkan perusahaan yang memiliki industri pengelolaan untuk menggelontorkan minyak premium menjadi curah.
“KPPU sudah lama memantau harga minyak goreng dari Oktober yang lalu, di awal dan akhir Desember kita sudah mulai melihat ada gejala kenaikan. Lalu kita memutuskan masuk penelitian awalnya dulu, jadi prosesnya adalah kajian dari Oktober 2021, kemudian baru kita masuk ke penegakan hukum dugaan adanya pelanggaran UU terhadap industri minyak goreng,” jelas Guntur.
Oligopoli dan Panic Buying
Guntur mengatakan ada praktik oligopoli dalam bisnis minyak goreng di Indonesia. Dari belasan perusahaan minyak goreng yang terdata, jelas Guntur, hanya ada empat perusahaan yang produk minyak gorengnya mendominasi pasar dalam negeri.
"Struktur pasar oligopoli bukan sebuah pelanggaran. Namun, struktur pasar ini dapat memudahkan pelaku usaha besar menentukan harga, pasokan, maupun produksi. Tujuannya memaksimalkan keuntungan. Dengan stuktur pasar seperti ini produsen minyak goreng yang lebih kecil tidak punya pilihan selain mengikuti harga di pasaran yang berujung pada harga tinggi terjadi sekarang,” ungkap Guntur.
Tak hanya praktik oligopoli, Ombudsman menemukan stok langka minyak goreng di lapangan, justru banyak ditawarkan para retail di dagang el (e-commerce) . Minimnya stok membuat masyarakat melakukan panic buying atau pembelian karena panik dan dalam besara untuk mengantisipasi keterbatasan pasokan.
Komisioner Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan dalam dua pekan ini panic buying minyak goreng di masyarakat mulai menurun.
"Dua pekan ini kami melihat di lapangan terjadi panic buying terkait minyak goreng sudah berkurang. Pembatasan pembelian masih terjadi. Kita lihat pola ini dua minggu lagi apakah terjadi perubahan lebih baik, kalau terjadi perubahan maka itulah sebenarnya kondisi yang kita inginkan,” pungkas Yeka.
BACA JUGA: BPS: Ekonomi Indonesia 2021 Tumbuh 3,69 PersenSementara itu, Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW, Almas Sjafrina, menilai mitigasi kelangkaan minyak goreng seharusnya bisa dilakukan pemerintah. Menurut Almas, pemerintah tidak sigap merespons lonjakan harga dan kelangkaan minyak goreng sebagai salah satu komoditas pangan pokok masyarakat.
"Ini meledak menjadi satu persoalan yang masih muncul di banyak daerah, kami melihat pemerintah bisa dikatakan tidak sigap memitigasi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng yang seharusnya dapat dipetakan sebelumnya," tegas Alma.[ys/em/ft]