Hari Pengungsi Sedunia: 65 Juta Kehilangan Tempat Tinggal

Seorang anak duduk di kamp pengungsi Suriah di kota Kilis, Turki tenggara (foto: dok). Jumlah pengungsi mengalami kenaikan 10% tahun ini.

Menurut badan pengungsi PBB (UNHCR) sekitar 65,3 juta orang di seluruh dunia kehilangan tempat tinggal tahun ini, naik 10% dari jumlah pengungsi tahun lalu.

Bukan hanya pintu Eropa tertutup bagi para pengungsi; bagi mereka yang selamat dari penembak runduk, ranjau, menyeberang sungai deras dan lolos dari bom pinggir jalan, berusaha untuk mendapat tempat di kamp-kamp pengungsi di negara sendiri terbukti sangat sulit.

Menurut badan pengungsi PBB (UNHCR) mereka termasuk di antara jumlah rekor 65,3 juta orang di seluruh dunia yang kehilangan tempat tinggal, kenaikan 10 % dari tahun lalu. Separuhnya adalah anak-anak.

24 orang kehilangan tempat tinggal setiap menit, kata pimpinan UNHCR Filippo Grandi.

“Dua pertiga yang terpaksa mengungsi adalah pengungsi di dalam negeri. 90% terpaksa mengungsi di negara-negara miskin atau berpendapatan menengah bukan di negara-negara kaya. Hampir 10 juta pengungsi dunia adalah warga Suriah. Tiga juta melarikan diri ke negara-negara tetangga dan sisanya mengungsi di dalam negeri," tambah Grandi.

Sementara Suriah masih menjadi krisis pengungsi terbesar di dunia, negara tetangganya Irak kewalahan dengan orang-orang yang melarikan diri dari wilayah yang dikuasai ISIS.

"Mereka makan kurma busuk dan kadaluwarsa serta minum dari sungai yang airnya tidak aman untuk diminum dan sekarang mereka mendapati diri di luar sana dan kami tidak bisa menampung serta membantu semua orang” kata Karl Schembri, juru bicara Dewan Pengungsi Norwegia, di Baghdad.

Bagi mereka yang menemukan tempat berlindung di kamp-kamp, suasana putus asa mulai reda. Seperti banyak kamp lainnya kamp pengungsu Harsham di Irak utara menjadi makin permanen. Manajer kamp itu, Ahmed Abdo mengatakan penduduk kehilangan harapan untuk kembali pulang.

Orang-orang berusaha memperbaiki hidup mereka dengan menambah ruangan lagi di ruangan mereka, termasuk ruang tamu dan fasilitas lain yang menempel di rumah itu, karena sejujurnya orang-orang ini sudah tidak berharap bisa kembali ke rumah-rumah mereka dalam waktu dekat.

Bukan hanya di Timur Tengah. Di Kenya, kamp Dadaab direncanakan akan ditutup menyebabkan ratusan ribu pengungsi Somalia nasibnya tidak menentu.

"Anak-anak muda yang sudah tinggal di sini lebih dari 25 tahun, dan hanya tahu tempat ini sebagai rumahnya sekarang khawatir dengan masa depan mereka," kata pejabat kamp Ruqiyo Ali Raage, yang mengatakan bahwa kemungkinan kembali ke Somalia sangat mengkhawatirkan.

Komisaris Tinggi UNHCR Grandi mengatakan kepada VOA wilayah-wilayah pengungsi baru terus bermunculan. Sementara Burundi selama beberapa dekade keluar masuk konflik, Grandi mengatakan selama tahun lalu ada lonjakan dalam jumlah orang yang mengungsi di dalam negeri dan yang mengungsi ke luar negeri. [my/al]