Fokus pemilu sela Amerika kali ini adalah isu ekonomi. Meskipun demikian, hasil pemilu akan turut menentukan arah politik luar negeri pemerintahan Obama, khususnya menyangkut kebijakan perang.
“Jika Partai Republik menang, maka akan banyak tekanan terhadap Presiden untuk tetap mempertahankan perang di Afghanistan, bertentangan dengan pandangan Partai Demokrat yang ingin mengakhiri perang,” kata Allan Lichtman, ahli sejarah politik Amerika dari American University, Washington DC.
Kubu Republik cenderung lebih garis keras dalam isu-isu pertahanan, termasuk menyangkut program nuklir Iran dan Korea Utara. Ada pula faktor penentu lain, yaitu opini publik yang saat ini terjepit resesi ekonomi, dan lelah akan perang.
“Secara umum ada perasaan bahwa perang-perang ini hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Biaya militer membengkak, melebihi keperluan belanja anggaran Amerika lainnya, dan rakyat Amerika mulai memberontak,”ungkap Emira Woods, ahli kebijakan luar negeri Amerika dari Institute for Policy Studies.
Namun pendapat rakyat belum tentu mengalahkan budaya militeristik.
Inilah yang disebut Military Industrial Complex, yaitu hubungan erat dan saling menguntungkan antara legislatif, eksekutif, militer dan industri pertahanan alias perusahaan yang memproduksi alat-alat perang. Selama 50 tahun terakhir, hubungan ini terjalin dengan sangat kuat di Amerika.
“Sampai hubungan ini diputus, dan saya tidak yakin bagaimana cara memutuskannya, Amerika akan terus memiliki budaya militer yang permanen, mencari solusi militer dan terus berperang,” jelas Allan Lichtman.
Jika tahun depan Presiden Obama tidak mengakhiri perang Afghanistan sesuai janjinya, dapat dipastikan ia akan kehilangan dukungan kubu liberal dalam pemilu presiden 2012.