Hubungan Turki-AS Tegang pasca Kudeta yang Gagal

  • Dorian Jones

Presiden AS Barack Obama (kanan) saat menerima Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Gedung Putih 31 Maret lalu (foto: dok). Kudeta yang gagal di Turki telah membuat renggang hubungan bilateral Turki-AS.

Tuduhan bahwa Amerika berperan dalam kudeta yang gagal bulan lalu di Turki terus merusak hubungan bilateral kedua negara. Walaupun tuduhan itu dibantah keras oleh Amerika, kontroversi itu membangkitkan kenangan kelam kudeta-kudeta militer sebelumnya di Turki.

Tuduhan itu dirasakan semua kelompok dan partai politik di Turki. Politisi dan koran, dari berbagai aliran politik, menuding Amerika, ujar kolumnis politik Turki, Semih Idiz pada situs web Al Monitor.

Semih mengatakan, "Ada keyakinan yang sangat kuat di antara banyak orang Turki bahwa Amerika terlibat dalam kudeta ini. Ada tradisi lama anti-Amerika, baik pada sayap kiri maupun sayap kanan di Turki, dan khususnya di kalangan Islamis."

Tuduhan itu telah dibantah, dan dinyatakan "benar-benar palsu dan berbahaya bagi hubungan bilateral kita," oleh jurubicara Departemen Luar Negeri Amerika John Kirby. Tetapi, kontroversi terbaru itu membangkitkan kenangan menyakitkan.

Turki memiliki sejarah panjang kudeta. Pakar hubungan internasional Soli Ozel pada Kadir Has University di Istanbul berpendapat, kudeta militer tahun 1960, 1971 dan 1980 yang sukses, semuanya dicurigai dengan keterlibatan Amerika.

"Setiap kudeta selalu saja dikaitkan dengan Amerika. Kita tahu, pada kudeta tahun 1960 Amerika mengetahui bahwa ada sesuatu yang sedang dipersiapkan tetapi Amerika tidak mengatakan apa-apa kepada pemerintah. Tanggal 12 Maret, mereka sangat tahu akan kudeta itu, kalaupun tidak terlibat. Pada 12 September, mereka praktis terlibat dan memberi dukungan tanpa syarat pada kudeta militer paling brutal yang pernah terjadi di Turki. Jadi, itulah ingatan kolektif kami," ujar Ozel.

Sejarah kecurigaan seperti itu, ditambah lambatnya Amerika dalam menanggapi dan mengutuk kudeta yang gagal, tidak seperti Rusia dan Iran, menyebabkan Turki, termasuk menteri-menteri pemerintah, menuduh Amerika terlibat. Meskipun presiden Turki tidak menyatakan tuduhan itu, pakar hubungan internasional Ozel memperingatkan kontroversi itu terus merusak hubungan.

Ozel menambahkan, "Pada satu sisi, ya, orang Turki mengeluhkan pengumuman Obama yang disampaikan tiga jam setelah kudeta diketahui, dan Amerika baru menelepon hari Selasa, tidak pada hari Sabtu. Tetapi pada sisi lain, orang Amerika juga mengatakan kalian gila karena menuduh kami terlibat kudeta ini, seperti disampaikan menteri tenaga kerja dan menteri kehakiman. Jadi jelas ada ketidak-harmonisan di antara kedua pihak."

Menurut pengamat, meredakan ketegangan bilateral akan menjadi tujuan Wakil Presiden Amerika Joe Biden ketika ia berkunjung ke Turki hari Rabu. [ka/ii]