Human Rights Watch mengatakan, orang-orang di berbagai penjuru dunia mengkonfrontasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan para autokrat dan melawan para populis yang tidak toleran.
Dalam laporan tahunannya, kelompok advokasi HAM internasional itu mengatakan, perlawanan terhadap keotoriteran menjandi tren pada tahun 2018 di negara-negara Barat, dan negara-negara yang sudah lama berada di bawah pemerintahan yang otoriter.
Ratusan demonstran berpawai menuju istana presiden di ibukota Sudan, Khartoum, Kamis (17/1), sambil meneriakkan kata-kata yang artinya kira-kira “kebebasan, perdamaian dan keadilan”. Mereka juga menuntut pengunduran diri Presiden Omar al-Bashir. Bashir mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada 1989 dan sejak itu memerintah dengan tangan besi.
"Jika Anda seorang otokrat, Anda terbiasa melanggar HAM. Itulah cara Anda mempertahankan kekuasaan. Itulah cara Anda mengeruk uang. Itulah cara Anda membayar kroni-kroni Anda, Jadi ada banyak alasan mengapa ada pemerintah yang sengaja melanggar HAM,” kata Direktur Eksekutif Human Rights Watch (HRW) Kenneth Roth.
Your browser doesn’t support HTML5
HRW mencatat, rakyat Malaysia dan Maladewa menyingkirkan perdana Menteri mereka yang korup melalui pemilu; perdana Menteri Armenia mundur setelah menghadapi demonstrasi besar-besaran menentang korupsi; dan Ethiopia, di bawah tekanan rakyat, mengganti pemerintah mereka yang sudah lama sewenang-wenang dengan perdana menteri yang menggagaskan agenda reformasi yang mengesankan.
Memerintah dengan tangan besi sulit dilakukan di negara Barat, namun sejumlah perkembangan dunia, termasuk migrasi massal, membangkitkan populisme dan memunculkan sejumlah pemimpin otoriter seperti PM Hungaria Viktor Orban dan Presiden Polandia Andrzej Duda. Rakyat di kedua negara itu bereaksi menentang apa yang mereka anggap sebagai serangan terhadap kebebasan. Di Amerika Serikat, para pemilih menolak kebijakan-kebijakan Presiden Donald Trump yang menyebarkan rasa takut.
"Jika Anda mengamati apa yang terjadi di berbagai penjuru dunia, ada perlawanan di tingkat rakyat, bahkan termasuk di Amerika Serikat. Hasil pemilu sela merupakan buah dari perlawanan keras terhadap kebijakan-kebijakan Trump yang memecah-belah. Jadi banyak perlawanan ini dari bawah ke atas, tapi juga ada yang dari atas ke bawah. Ada sejumlah pemimpin pemerintahan yang menyuarakan pentingnya demokrasi, HAM dan aturan hukum,” kata Roth.
Jerman, Denmark, dan Finlandia menghentikan penjualan senjata ke Arab Saudi menyusul kasus pembunuhan wartawan Saudi Jamal Khashoggi.
Namun, laporan tahunan HRW tidak hanya mengungkapkan berita bagus. Laporan itu mengatakan, pelanggaran HAM memburuk di China, di mana satu juta Muslim Uighur ditahan dengan alasan mereka perlu menjalani rehabiltasi.
"Jika saja negara lain melakukan ini, akan ada kemarahan besar. Namun China, karena pengaruh ekonominya, bisa melenggang begitu saja,” lanjutnya.
HRW mengatakan, konflik-konflik di Suriah, Yaman, Myanmar dan beberapa negara lain memungkinkan pemerintah otoriter melakukan kekejian-kekejian dalam skala besar terhadap kaum sipil. [ab/lt]