ICC Keluarkan Surat Penangkapan bagi Mantan Ibu Negara Pantai Gading

Mantan ibu negara Pantai Gading Simone Gbagbo (kanan) bersama suaminya, Laurent Gbagbo (foto: dok). Simone adalah perempuan pertama yang didakwa oleh Mahkamah Kejahatan Internasional.

Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Simone Gbagbo, mantan ibu negara Pantai Gading.
Tim jaksa Pantai Gading telah mempersiapkan tuntutan terhadap mantan ibu negara Simone Gbagbo sebelum dakwaan Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) diumumkan hari Kamis. Seorang juru bicara kejaksaan pekan lalu mengatakan mantan ibu negara itu akan segera diadili atas tuduhan genosida, kejahatan berdarah dan kejahatan ekonomi sehubungan dengan kekerasan pasca-pemilu.

Konflik meletus ketika mantan Presiden Laurent Gbagbo tidak mau melepaskan jabatan setelah kalah dalam pemilihan presiden putaran kedua November 2010 melawan presiden yang kini berkuasa Alassane Ouattara. Lebih dari 3.000 orang tewas dalam krisis selama enam bulan itu.

Laurent Gbagbo dipindahkan ke Den Haag November lalu, menjadi mantan kepala negara pertama yang mendekam dalam tahanan mahkamah itu. Simone Gbagbo hidup dalam tahanan rumah di kota Odienne sejak April 2011 ketika pasukan oposisi, yang didukung oleh tentara Perancis dan PBB, menangkapnya beserta suaminya.

Menurut laporan, surat perintah ICC itu dikeluarkan tanggal 29 Februari, tetapi kemudian disegel. Surat perintah itu menuduh mantan ibu negara Simone ikut merencanakan dan memerintahkan serangan-serangan terhadap para lawan politiknya.

Joachim Boloo tinggal di Yopougon, kubu pro-Gbagbo di Abidjan. Meskipun menjadi pendukung Gbagbo, dia tidak menentang campur tangan ICC. Menurutnya, Simone Gbagbo punya kesempatan lebih baik untuk mendapat perlakuan yang adil di luar negeri.

Para kritikus menuduh pemerintah Ouattara menerapkan keadilan sebagai pihak yang menang. Kedua pihak dituduh melakukan kejahatan serius selama berlangsung krisis, namun pihak berwenang sejauh ini hanya menahan dan mengadili para anggota kelompok Gbagbo.

Para pakar mengatakan ketidakadilan dan kekebalan hukum bagi pasukan pro-Ouattara merusak rekonsiliasi dan memicu rasa tidak aman.

Mory Sanogo, 30 tahun, mengatakan pengadilan memperuncing perpecahan politik dengan membuat semua orang mengingat kembali masa-masa mengerikan dalam konflik itu.

Ia mengatakan surat perintah penangkapan itu bukan hal yang baik karena kita berada dalam konteks rekonsiliasi nasional, dan kalau kita berbicara tentang hal itu kita perlu melupakan masa lalu dan terus melihat ke depan.

Simone Gbagbo adalah wanita pertama yang didakwa oleh Mahkamah Kejahatan Internasional.