ICW: 9 Pasal Revisi KUHAP dan KUHP Lemahkan KPK

  • Fathiyah Wardah

ICW menilai, pelemahan KPK sangat berbahaya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia (foto: gedung KPK di Jakarta).

Indonesia Corruption Watch menyatakan ada sembilan pasal dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang melemahkan kewenangan KPK.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan adanya pembahasan revisi Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) secara diam-diam oleh DPR dan akan diselesaikan pada akhir Oktober 2013 ini.

Indonesia Corruption Watch menilai ada 9 pasal dalam revisi tersebut yang melemahkan kewenangan KPK.

Koordinator ICW Emerson Yuntho mengatakan DPR dalam melakukan revisi Undang-undang KUHP dan KUHAP ini seharusnya memperkuat kewenangan KPK dan bukan malah melemahkan atau meniadakan kewenangan KPK.

Dia menjelaskan salah satu kewenangan KPK yang bakal digerogoti lewat pengesahan dua undang-undang itu adalah tidak adanya lagi proses penyidikan dan penuntutan karena bisa dihentikan oleh hakim komisaris.

Menurutnya draft Rancangan Undang-undang KUHAP memberi kewenangan luar biasa bagi hakim komisaris (Hakim Pemeriksa Pendahuluan) yang dapat memutuskan dilanjutkan atau tidaknya penuntutan, penyitaan dan penyadapan sebuah perkara pidana secara final.

Selain itu, RUU KUHAP ini kata Emerson, terkesan meniadakan KPK dan pengadilan khusus tindak pidana korupsi. Hal itu tambahnya terlihat dari tidak adanya penyebutan lembaga di luar kejaksaan, kepolisian dan pengadilan (negeri, tinggi, dan Mahkamah Agung). Dalam revisi itu lanjutnya juga menyebutkan putusan bebas tidak dapat di-kasasi ke Mahkamah Agung.

Emerson menambahkan revisi RUU tersebut menguntungkan koruptor. Pelemahan KPK lanjut Emerson sangat berbahaya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Upaya sistematis melemahkan KPK, kata Emerson, harus ditentang.

"Dengan baca ketentuan di KUHAP ini artinya ada kewajiban bagi jaksa sebelum memasukan perkara dia harus meminta persetujuan dari hakim komisaris kalau tim komisarris katakan tidak layak maka tidak ada kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan. Kalau diberlakukan maka otomatis eksistensi berkurang, karena disebutkan sejak Undang-undang ini berlaku maka Undang-undang lain," jelas Emerson.

Komisi hukum DPR membantah tudingan ICW. Anggota Komisi Hukum DPR I Gede Pasek Suardika mengatakan DPR tidak ingin melemahkan KPK yang ada kata Pasek justru memperkuat.

"Tidak ada pasal begitu. KUHAP itu mengatur semua hukum acara pidana, makanya saya kadang-kadang berfikir begini, bagaimana teman-teman ICW langsung menjustifikasi bahwa DPR sengaja melemahkan," sanggah Gede Pasek.

Anggota Komisi Hukum DPR lainnya Martin Hutabarat yakin revisi KUHAP dan KUHP itu tidak dapat diselesaikan oleh DPR periode ini .

"Ini tidak ada setahun lagi, DPR nya pun sudah jarang hadir dalam rapat maka saya tidak yakin bahwa ini akan bisa dibicarakan. Ini akan menjadi urusan DPR yang akan datang," kata Martin Hutabarat.

ICW meminta agar DPR menghentikan proses pembahasan RUU KUHAP dan KUHP serta mengembalikannya kepada pemerintah untuk diperbaiki. Regulasi ini seharusnya diperbaharui agar memberikan dukungan yang lebih bagi upaya pemberantasan korupsi.