ICW Minta Dewan Pengawas KPK Tidak Abaikan Potensi Pelanggaan Kode Etik

  • Fathiyah Wardah

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. (Foto courtesy: KPK)

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas KPK tidak mengabaikan potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengungkapkan sejak pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 dilantik Desember tahun lalu, perilaku dan kebijakan KPK terus mendapat sorotan.

Pasalnya, menurut beberapa survei berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut.

Kurnia Ramadhana. (Foto courtesy: pribadi)

Terus menurunnya kepercayaan publik itu, lanjut Kurnia, menunjukkan narasi Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk memperkuat pemberantasan korupsi tidak pernah terbukti. Bahkan ICW menyimpulkan KPK periode sekarang cenderung surplus kontroversi dan minus prestasi.

Kurnia menyebutkan contoh pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK yang memicu kontroversi baru-baru ini adalah ketika Ketua KPK Komisaris Jenderal Firli Bahuri terlihat menumpang helikopter yang dikabarkan harganya fantastis. Padahal dalam aturan Dewan Pengawas KPK disebutkan setiap anggota KPK dilarang memperlihatkan gaya hidup yang hedonis.

Selain itu ada ranah hukum, yakni mesti diperiksa apakah ada dugaan penerimaan gratifikasi saat Firli Bahuri sedang bercuti di Palembang.

Ketua KPK Firli Bahuri (kanan) di gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (14/1). (VOA/Fathiyah)

Dia menekankan itu bukan kali pertama Ketua KPK Firli Bahuri diduga melanggar kode etik. Pada 2018, saat Firli Bahuri menjabat Deputi Penindakan KPK, ICW melaporkan dugaan pelanggaran etik ke pengawas internal KPK karena diduga melakukan pertemuan dengan seorang kepala daerah di wilayah Indonesia timur, di mana kepala daerah tersebut sedang berperkara di KPK.

Menurut Kurnia ada dua masalah waktu itu, yakni proses pemeriksaan terhadap Firli Bahuri berlangsung tertutup dan tidak ada transparansi karena hasil pemeriksaan baru diumumkan pertengahan tahun lalu ketika sedang ada proses seleksi calon pimpinan KPK.

Karena itu, untuk dugaan pelanggaran kode etik terbaru oleh Firli Bahuri, ICW mendesak Dewan Pengawas segera melakukan sidang etik dan mengumumkan hasilnya kepada masyarakat.

BACA JUGA: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik

"Jangan sampai nilai-nilai yang terdapat dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 soal KPK memiliki nilai transparan, akuntabilitas, dan kepentingan umum diabaikan begitu saja oleh Dewan Pengawas. Karena ini terkait langsung dengan bagaimana publik mempersepsikan kinerja daripada Dewan Pengawas," kata Kurnia.

Meski begitu, Kurnia menganggap kinerja Dewan pengawas KPK saat ini juga tidak memuaskan. Dia menambahkan banyak sekali potensi pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK periode sekarang yang diabaikan.

BACA JUGA: OTT Kutai Timur: Dinasti Politik dan Kegagalan Partai Menjalankan Fungsi

Kurnia mencontohkan kasus yang melibatkan Wahyu Setiawan dan Harun Masiku. Dia masih ingat betul ada dugaan penyekapan dari pegawai KPK di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Namun ketika ditanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Firli Bahuri tidak menjawab soal itu.

Kalau Dewan pengawas KPK terus mengabaikan potensi pelanggaran kode etik dilakukan oleh pimpinan KPK, Kurnia kembali mempertanyakan apa fungsi dari Dewan Pengawas, pertanyaan sudah diajukan ICW sejak ada wacana pembentukan Dewan Pengawas dalam pembahasan revisi Undang-undang KPK.

BACA JUGA: ICW Sebut Presiden dan DPR Hancurkan KPK 

Kurnia membandingkan dengan KPK era sebelumnya yang tanpa Dewan Pengawas, tapi berani menjatuhkan sanksi terhadap ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang atas pelanggaran kode etik.

Menurut pengajar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar, KPK sedang memasuki fase kelaziman baru karena disebabkan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang dia anggap sebagai virus yang sangat mematikan buat KPK.

Hal ini ditandai dengan dua proses, yakni proses seleksi pimpinan KPK yang jauh dari konteks ideal dan perubahan Undang-undang KPK yang membuat lembaga antikorupsi ini sekarang menjadi berantakan.

Zainal Arifin Mochtar. (Foto: courtesy)

"Yang normal dulu itu adalah KPK yang beringas, kuat ketat, terhadap penegakan etik di internal, melakukan upaya luar biasa untuk mendorong upaya pemberantasan korupsi. Rasanya ini semua sudah ditinggalkan. Saya melihat KPK dengan fase normal baru jauh dari kesan menjaga martabat, kelembagaan, internal, dan sebagainya," ujar Zainal.

Zainal sepakat KPK era saat ini lebih rajin memproduksi kontroversi ketimbang memproses perkara. Dia juga heran rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dengan KPK pada Selasa (7/7) dilakukan di gedung KPK dan berlangsung secara tertutup. Biasanya rapat kerja atau rapat dengar pendapat antara DPR dengan mitra kerjanya berlangsung gedung MPR/DPR.

Dia mengatakan yang survei dilakukan Kompas dan Catatan ICW menjadi bukti kepercayaan publik terhadap KPK terus melorot karena kinerjanya buruk.

BACA JUGA: KPK: Pilkada Serentak Rentan Praktik Uang dan Penyalahgunaan Kekuasaan

Selain undang-undang, menurut Zainal, yang membuat KPK sekarang berantakan adalah kualitas kepemimpinan di lembaga tersebut. Menurutnya, kepemimpinan KPK sekarang terjadi dualisme antara lima komisioner dan Dewan Pengawas sehingga membingungkan.

Zainal menambahkan Dewan Pengawas tidak bekerja dengan baik dalam mengawasi kinerja dan penegakan etik oleh pimpinan KPK yang berantakan. Sehingga dia pun mempertanyakan buruknya kinerja Dewan pengawas akan diadukan ke mana. Zainal juga merasa heran kenapa pimpinan KPK sering melanggar kode etik.

Zainal menjelaskan KPK periode-periode sebelumnya memukau dan mendapat kepercayaan publik karena mampu menjaga relasi agar tidak terjadi konflik kepentingan, memiliki standar etik yang tinggi. Dia menyebutkan pimpinan KPK dulu membawa makanan sendiri, tidak mau menyantap suguhan makanan dari orang yang mengundang.

BACA JUGA: ICW Laporkan Dugaan Maladministrasi Program Kartu Prakerja ke Ombudsman

Zainal menawarkan solusi terhadap lemahnya komitmen pimpinan KPK dalam penegakan kode etik dan buruknya kinerja Dewan Pengawas dalam menyelesaikan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK, yakni melaporkan ke lembaga-lembaga lain, seperti Komite Aparatur Sipil Negara, atau membuat KPK baru.

Sementara itu, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri menjelaskan Dewan Pengawas KPK sudah menindaklanjuti laporan tersebut dan masih dalam proses melakukan klarifikasi kepada beberapa pihak terkait hal ini.

Menurutnya seluruh proses harus dilakukan dengan tetap mengacu pada aturan, mekanisme dan tata cara penyelesaian di Dewan Pengawas saat ini. [fw/ft]