Din Syamsudin: Idul Fitri, Momen untuk Mempersatukan Bangsa

  • Munarsih Sahana

Profesor Din Syamsudin memberikan tausyiah pada silaturahmi Idul Fitri keluarga besar Muhammadiyah di Yogyakarta, Senin (28/7).

Ketua Umum PP Muhammadiyah Profesor Din Syamsudin mengingatkan, Idul Fitri bisa dijadikan momen untuk mempersatukan kembali bangsa Indonesia yang terpecah karena Pilpres lalu.

Hari Senin (28/7) siang Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Profesor Din Syamsudin memberikan tausyiah pada silaturahmi Idul Fitri keluarga besar Muhammadiyah di Yogyakarta.

Din Syamsudin mengingatkan, Idul Fitri bisa dijadikan momen untuk kembali mempersatukan bangsa Indonesia yang terpecah karena pilihan yang berbeda pada pemilu presiden 9 Juli lalu.

"Kemarin selama pilpres keterbelahan bangsa ini mungkin menimbulkan luka-luka maka ini saatnya kita rajut kembali ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa) harus membawa kita sebuah kesadaran kolektif bahwa kita memiliki masa depan yang sama. Pilpres ini hanya agenda lima-tahunan untuk lima tahun kedepan. Sementara kebersamaan kita sebagai bangsa akan mengambil waktu berpuluh-puluh tahun kedepan,” kata Din Syamsudin.

Karena itu, Din Syamsudin juga memandang perlu untuk dilakukan rekonsiliasi nasional dengan menempatkan pimpinan nasional yang juga pemenang pemilu menjadi milik seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya koalisi partai pendukungnya.

Din menambahkan, “Rekonsiliasi nasional ini harus menyadari dan memposisikan diri milik semua. Juga, nanti jangan menerapkan Zero Sum Game politics, politik yang meniadakan yang lain karena kita tidak mengenal partai yang berkuasa dan partai yang beroposisi. Dirajut didalam hubungan yang intensif diantara partai-partai politik yang berada di dua kubu yang berbeda.”

Din Syamsudin menegaskan bahwa Muhammadiyah dengan gerakan kultural akan memainkan peran sebagai penengah dan pemersatu bangsa dan akan tampil dengan prakarsa untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk sementara ini ia mengajak semua pihak menunggu proses konstitusi pemilu presiden yang masih berjalan.

Sementara itu, pada kesempatan berbeda, analis politik yang juga rektor Universitas Gajah Mada Yogyakarta Prof. Pratikno mengatakan, semangat kontestasi yang tinggi dalam pemilihan presiden yang lalu lebih kental terjadi dikalangan elit politik. Di tingkat grassroot atau masyarakat, justru tidak terjadi ketegangan. Namun ia mengingatkan, media massa memiliki tanggung jawab sosial yang lebih besar untuk ikut mencegah konflik horizontal.

“Media massa mempunyai tanggung jawab untuk verifikatif, melakukan verifikasi. Mengapa, sekarang ini peran media sosial sangat besar, citizen journalism di media sosial itu kan sangat dominan. Kelemahan media sosial tidak melakukan verifikasi,” Pratikno.

Menurut Pratikno, untuk mendukung media massa lebih professional dan menghindari sikap partisan perlu dilakukan penguatan terhadap Dewan Pers.