Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menyatakan, Pemprov mengusulkan 10 protokol kesehatan untuk pondok pesantren (ponpes) se-Jabar. Protokol ini berlaku bagi seluruh jenis ponpes, baik salafiyah maupun pesantren dengan sekolah.
"Ini rancangan bagi kami untuk membuat keputusan. Di mal, masjid, sudah ada SOP. Tapi pesantren tidak bisa gegabah, tidak bisa membuat keputusan tanpa terima masukan dari kiai atau ulama karena mereka yang paham situasi kondisi pesantrennya," ucap Kang Uu.
10 Protokol kesehatan yang diusulkan pemprov adalah pertama, seluruh santri harus memakai masker. Kedua, santri selalu dicek suhu tubuhnya sehingga bisa ditindaklanjuti jika punya gejala COVID-19. Ketiga, santri harus selalu mencuci tangan setiap selesai beraktivitas. Keempat, pengurus ponpes harus menyiapkan fasilitas cuci tangan atau penyanitasi tangan di setiap tempat. Kelima, ponpes harus mengecek secara rutin kesehatan para ustadz/pengajar.
Keenam, penghuni ponpes dianjurkan mengonsumsi vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh. Ketujuh, fasilitas ponpes harus rutin dibersihkan dengan disinfektan. Kedelapan, pesantren harus menyiapkan ruang isolasi proporsional, yang disesuaikan dengan jumlah santri, untuk mengantisipasi penularan jika ada kasus. Kesembilan, jika ada kasus, segera hubungi layanan kesehatan. Kesepuluh, mengimbau para kiai untuk selalu memimpin doa atau shalawat.
BACA JUGA: Pekan Depan Pesantren Tradisional di Aceh Diizinkan Kembali BeraktivitasPemprov Minta Masukan Ponpes
Dalam video conference dengan 59 perwakilan pengurus pondok pesantren (ponpes) se-Jabar, Jumat (5/6/20), Uu meminta masukan dari kalangan pesantren.
"(10 poin) ini belum ditetapkan karena menunggu dan mendengar masukan dari kiai. Nanti kami rumuskan kembali dan keputusan (baru) akan disampaikan lagi kepada para kiai,” ujarnya kepada para perwakilan ponpes.
Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Rahman, Prof. K.H. Syukron Ma'mun, mengusulkan agar santri melakukan isolasi mandiri selama 14 hari sebelum kembali ke pesantren.
"Kapan (pesantren) dibuka, kami tunggu arahan pemerintah. Jawaban Wagub bikin kami lega, karena yang siap (menerapkan AKB) boleh buka," jelasnya.
Sedangkan pimpinan Pondok Pesantren An-Nasuha Kabupaten Cirebon, K.H. Usamah Mansyur, mengusulkan pemantauan atas transportasi santri.
"Selama di perjalanan, naik kendaraan umum, berinteraksi, apakah (santri) dijamin sehat? Maka di ponpes harus diukur ulang (suhu tubuh) dan menjalani lagi protokol,” tandasnya dalam kesempatan yang sama.
Pesantren Minta Bantuan Pemerintah
Pelaksanaan tes cepat atau PCR bagi santri memang direkomendasikan oleh Kementerian Agama. Namun dalam pertemuan virtual itu, beberapa perwakilan pesantren menyampaikan bahwa tidak semua ponpes mampu memenuhi protokol, terutama terkait kebutuhan alat tes dan biaya.
K.H. Usamah Mansyur kembali meminta dukungan dari pemerintah.
"Dan banyak juga pesantren yang tidak mampu memenuhi (kebutuhan protokol kesehatan). Jadi, kehadiran (bantuan) pemerintah sangat ditunggu," kata dia lagi.
BACA JUGA: 8 Santri Ponpes Temboro Magetan Asal Malaysia Positif Corona, 156 Orang DipulangkanSementara itu, pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya K.H. Abdul Aziz Affandi, mendesak pemberian bantuan kepada ponpes di Jabar.
"Suara (kesulitan) pesantren sejak bulan Ramadan sudah terdengar. Kita semua tentu berharap agar ada anggaran (bantuan untuk pesantren) dari Pemprov,” ungkap K.H. Abdul.
Uu mengatakan, di samping menjanjikan bantuan pemprov, dia meminta pemerintah kabupaten/kota ikut membantu pesantren di wilayah masing-masing.
"Dan permintaan dari para kiai, bupati/wali kota juga diharapkan memberikan perhatian. Beberapa pesantren menyatakan tidak sanggup melakukan semua protokol, pemerintah diharapkan membantu," ujar Kang Uu.
Data Kementerian Agama menunjukkan, ada 26 ribuan pesantren se-Indonesia. Sebanyak 8.343 unit ada di Jawa Barat, disusul 4.574 di Banten dan 4.450 di Jawa Timur.
Asrama Pendidikan Dinilai Rentan
Asrama dalam institusi pendidikan dinilai sebagai tempat dengan risiko tinggi penularan COVID-19. Hal ini mengingat penghuni asrama biasanya tidur dalam barak-barak dan banyak area yang digunakan bersama.
Pusat Pengendalian Penyakit (Center for Disease Control/CDC) Amerika Serikat merekomendasikan penutupan aula makan (dining hall) atau pujasera di asrama-asrama. CDC juga mendorong penyediaan nasi kotak (grab-and-go) supaya bisa dimakan di tempat masing-masing.
Di Indonesia, setidaknya dua asrama menjadi klaster penularan COVID-19 pada April lalu. Di Sukabumi, Jawa Barat, 8 siswa Sekolah Bintara Kepolisian dinyatakan positif. Sedangkan 62 mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi (STT) Bethel di Petamburan, Jakarta Pusat, dilarikan ke RS setelah dinyatakan positif terjangkit COVID-19. [rt/ka]