Menurut laporan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), upah di negara berkembang secara umum lebih bertahan dibandingkan di negara maju.
JENEWA —
Laporan Upah Global Tahunan yang dikeluarkan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menemukan perbedaan yang besar antara upah di negara-negara dan wilayah-wilayah maju dengan upah yang umumnya naik lebih cepat di daerah-daerah di mana pertumbuhan ekonominya lebih kuat. Laporan itu menyebutkan, kenaikan upah di negara maju, yang diramalkan nol persen pada tahun 2012, rendah.
Sebaliknya, laporan menemukan bahwa kenaikan upah di Asia, terutama di Tiongkok, biasa saja, dan positif di negara-negara Amerika Latin dan Karibia, serta di Afrika. Perubahan terbesar adalah di Eropa Timur dan Asia Tengah, yang tampak lebih tinggi dibanding sebelumnya, tapi dari basis yang lebih rendah.
Direktur Jendral ILO, Guy Ryder, mengatakan, perbedaan dalam tingkat upah nyata tetap sangat besar.
“Saya akan berbicara tentang upah per jam di pabrik. Upahnya bisa serendah dua dolar per jam di negara-negara seperti Filipina, India, dan Tiongkok, dibandingkan dengan 23 dolar di Amerika dan 35 dolar di Denmark. Jadi, dari pengamatan itu, jika kita mau mengikuti angka itu, harus dilihat pada konteks perbedaan antar wilayah yang lebih luas,” paparnya.
Laporan itu menekankan, temuan-temuan baru menunjukkan bahwa tingkat kenaikan upah lebih lamban dibanding produktivitas kerja. Dengan kata lain, laporan menyatakan, pekerja kurang mendapat keuntungan dari pekerjaan mereka, sementara pemilik modal lebih beruntung.
Ryder mengatakan, penurunan ini dapat dilihat di sebagian besar negara. Ia mengatakan, hal itu terjadi bukan hanya di negara-negara seperti Amerika dan Jerman, di mana terdapat stagnasi upah, tetapi juga di negara-negara di mana upah bertambah, seperti di Tiongkok.
Ryder menyatakan, trend ini tidak diinginkan dan perlu diubah. Ia menegaskan, pekerja dan keluarga mereka tidak menerima upah yang adil yang sepantasnya mereka peroleh.
ILO mengimbau negara-negara agar menerima kebijakan upah minimum sebagai cara mengurangi kemiskinan dan menyediakan perlindungan sosial bagi pegawai yang rentan. Dikatakan, upah minimum membantu melindungi buruh yang berupah rendah dan mencegah kemerosotan daya beli mereka. ILO mengingatkan, perekonomian juga menderita kalau orang tidak punya uang untuk dibelanjakan.
Sebaliknya, laporan menemukan bahwa kenaikan upah di Asia, terutama di Tiongkok, biasa saja, dan positif di negara-negara Amerika Latin dan Karibia, serta di Afrika. Perubahan terbesar adalah di Eropa Timur dan Asia Tengah, yang tampak lebih tinggi dibanding sebelumnya, tapi dari basis yang lebih rendah.
Direktur Jendral ILO, Guy Ryder, mengatakan, perbedaan dalam tingkat upah nyata tetap sangat besar.
“Saya akan berbicara tentang upah per jam di pabrik. Upahnya bisa serendah dua dolar per jam di negara-negara seperti Filipina, India, dan Tiongkok, dibandingkan dengan 23 dolar di Amerika dan 35 dolar di Denmark. Jadi, dari pengamatan itu, jika kita mau mengikuti angka itu, harus dilihat pada konteks perbedaan antar wilayah yang lebih luas,” paparnya.
Laporan itu menekankan, temuan-temuan baru menunjukkan bahwa tingkat kenaikan upah lebih lamban dibanding produktivitas kerja. Dengan kata lain, laporan menyatakan, pekerja kurang mendapat keuntungan dari pekerjaan mereka, sementara pemilik modal lebih beruntung.
Ryder mengatakan, penurunan ini dapat dilihat di sebagian besar negara. Ia mengatakan, hal itu terjadi bukan hanya di negara-negara seperti Amerika dan Jerman, di mana terdapat stagnasi upah, tetapi juga di negara-negara di mana upah bertambah, seperti di Tiongkok.
Ryder menyatakan, trend ini tidak diinginkan dan perlu diubah. Ia menegaskan, pekerja dan keluarga mereka tidak menerima upah yang adil yang sepantasnya mereka peroleh.
ILO mengimbau negara-negara agar menerima kebijakan upah minimum sebagai cara mengurangi kemiskinan dan menyediakan perlindungan sosial bagi pegawai yang rentan. Dikatakan, upah minimum membantu melindungi buruh yang berupah rendah dan mencegah kemerosotan daya beli mereka. ILO mengingatkan, perekonomian juga menderita kalau orang tidak punya uang untuk dibelanjakan.