India melaporkan 314.835 kasus baru COVID-19 pada hari Kamis (22/4), angka tertinggi dalam satu hari yang dicatat oleh negara manapun selama pandemi global yang telah berlangsung setahun ini.
Sebelumnya, AS mencatat 300.310 kasus baru dalam satu hari pada 2 Januari, kata Johns Hopkins Coronavirus Resource Center.
India, negara berpenduduk terbanyak kedua dunia, menghadapi gelombang kedua infeksi yang membuat sistem layanan kesehatan negara itu di ambang kolaps, dengan rumah sakit mendekati kapasitas penuh dan kekurangan tabung-tabung oksigen yang akut. Kekurangan oksigen begitu akutnya sehingga pengadilan tinggi di ibu kota, New Delhi, memerintahkan pemerintah nasional agar mengalihkan oksigen untuk industri digunakan di rumah sakit.
“Minta, pinjam atau curi,” kata hakim menanggapi petisi sebuah rumah sakit di New Delhi.
BACA JUGA: Pasokan Oksigen Terganggu, 22 Pasien COVID-19 Meninggal di IndiaKamis (22/4) merupakan hari kedelapan berturut-turut India mencatat lebih dari 200 ribu kasus baru virus corona, membuat jumlah kasus di negara itu melampaui 15,9 juta, kedua terbanyak setelah AS yang mencatat 31,8 juta. Kementerian Kesehatan India juga mengungkapkan bahwa 2.104 orang meninggal hari Kamis, membuat total kematian menjadi 184.657, sementara lonjakan ini membuat pemakaman dan krematorium kewalahan.
Para pakar menyatakan lonjakan ini disebabkan oleh penyebaran varian virus yang lebih mudah menular, serta pencabutan restriksi mengenai kerumunan massa dalam jumlah besar sewaktu wabah tampaknya telah terkendali awal tahun ini. PM Narendra Modi dikecam karena mengadakan rapat-rapat umum politik yang dipadati hadirin dan mengizinkan festival keagamaan Hindu tahunan yang mengundang jutaan peziarah.
Data terbaru dari Johns Hopkins menyebutkan total kasus COVID-19 di dunia mencapai 143.863.870, termasuk 3.058.640 kematian. Selain dalam jumlah kasus terkukuhkan, AS juga memimpin dalam jumlah kematian dengan catatan 569.402.
Suatu studi pendahuluan yang hasilnya diterbitkan pada Rabu (21/4) di New England Journal of Medicine menunjukkan vaksin dua dosis yang dikembangkan Pfizer dan Moderna tidak menimbulkan risiko serius selama kehamilan.
Studi itu menggunakan data yang dikumpulkan sistem pengawasan vaksin berbasis ponsel pintar Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), di mana partisipan mengisi survei regular setelah diimunisasi. Lebih dari 35 ribu perempuan hamil yang menerima salah satu vaksin itu antara 14 Desember 2020 dan 28 Februari 2021 melaporkan efek samping umum yang sama dengan yang dialami perempuan tidak hamil, termasuk di antaranya nyeri di tempat suntikan, lelah, sakit kepala dan nyeri otot. [uh/ab]