Dalam pertemuan para menteri luar negeri ASEAN dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken yang digelar secara virtual pada Rabu (14/7), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan perlunya mendorong peran ASEAN bersama negara adikuasa tersebut untuk menciptakan kawasan Indo-Pasifik yang aman, stabil, damai, dan sejahtera.
"Untuk itu, kebiasaan dialog harus diutamakan daripada konflik, kepercayaan strategis, daripada defisit kepercayaan, dan kolaborasi dibanding kompetisi," kata Retno.
Retno menambahkan prinsip-prinsip itu tertuang dalam ASEAN Outlook on the Indo-Pacific dan harus menjadi pedoman dalam kemitraan ASEAN dan AS di masa depan.
Pengamat Hubungan Internasinal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nanto Sriyanto, menjelaskan kepada VOA bahwa terdapat perbedaan titik berat antara ASEAN dan AS terkait kerja sama untuk kawasan Indo-Pasifik.
Nanto mengatakan ASEAN memusatkan perhatian bagaimana pembangunan infrastruktur, vaksin COVID-19, dan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
Your browser doesn’t support HTML5
ASEAN berharap Amerika hadir dalam isu-isu tersebut. Sedangkan Amerika lebih menitikberatkan pada geopolitik, yakni soal Laut China Selatan dan pelayaran bebas.
"Karena kan selama ini yang bermain di isu itu China. Kita kan tahu China wajah ekonomi di belakangnya adalah geopolitik, sehingga Amerika juga kalau mau mendorong geopolitik, harus mau hadir dengan sisi geo-ekonominya," kata Nanto.
BACA JUGA: Menlu AS Desak Tindakan untuk Myanmar dalam Pertemuan ASEANMenurut Nanto, ASEAN mengakui dan membutuhkan peran Amerika untuk pengontrol dan penyeimbang kekuatan China di Laut Selatan, namun tidak pernah dalam bentuk aliansi sehingga Amerika perlu membela ASEAN.
"Kehadiran Amerika di sini (Laut China Selatan) untuk mengingatkan bahwa China memilliki lawan sepadan dalam bertindak. Jadi tidak bisa bertindak sewenang-wenang. Artinya ada perimbangan kekuatan di kawasan. Fungsi itu Amerika ke sana," ujar Nanto.
Namun, lanjut Nanto, kemampuan maritim China tidak bisa diremehkan. Dalam dua dasawarsa terakhir, kapabilitas angkatan laut China meningkat sehingga hal ini menyebabkan kehadiran patroli kapal Amerika di Laut China Selatan makin menurun karena risikonya makin tinggi.
Nanto mengakui konflik di Laut China Selatan sangat rumit. Bukan hanya persoalan perdagangan dan akses ke laut terbuka, tapi juga di dalamnya terdapat masalah bagaimana nasionalisme itu dirawat.
Selain membahas tentang konflik Laut China Selatan, pada pertemuan para menteri luar negeri ASEAN dengan Menlu Blinken tersebut, Retno menekankan pula perlunya memperkuat kerja sama dalam melestarikan perdamaian dan stabilitas kawasan. Dia mengatakan isu Myanmar harus terus menjadi perhatian dan prioritas ASEAN.
Blinken menyampaikan komitmen Amerika untuk terus membantu ASEAN dalam pemenuhan vaksin di kawasan dan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
AS juga mendorong peningkatan kerja sama di bidang penanganan perubahan iklim, ekonomi hijau, energi terbarukan dan pembangunan yang berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara. [fw/ft]