Indonesia Harus Waspada Kenaikan Kasus COVID di Negara Tetangga

  • Nurhadi Sucahyo

Orang-orang yang memakai masker terlihat duduk pada jam-jam sibuk di stasiun kereta api di tengah wabah COVID-19 di Jakarta, 13 September 2021. (Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

Di tengah keberhasilan Indonesia yang mampu mengendalikan varian Delta pada saat ini, negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Filipina justru menghadapi kenaikan jumlah kasus yang lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi di Tanah Air.

Namun, pengamat meminta agar pemerintah untuk tidak lalai agar situasi pandemi di dalam negeri yang mulai membaik bisa terus terjaga.

Dr Sonny Harry B Harmadi, Ketua Bidang Perubahan Perilaku, Satgas Penanganan COVID-19, dalam tangkapan layar.

Salah satu upaya yang tengah pemerintah lakukan adalah dengan menjaga ketat perbatasan Indonesia. Ketua Bidang Perubahan Perilaku dari Satgas Penanganan COVID-19, Dr Sonny Harry B Harmadi, menyebutkan bahwa saat ini pemerintah telah mengurangi pintu masuk bagi warga negara asing ke Indonesia.

Ia menjelaskan akses masuk lewat jalur udara pada saat ini hanya dapat melalui Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Sam Ratulangi di Manado. Sementara itu, jalur masuk melalui darat yang dibuka terdapat pada beberapa titik. Untuk wilayah perbatasan dengan Malaysia, pintu masuk dapat melaui Entikong di Kalimantan Barat, Aruk di Kalimantan Tengah, dan Nunukan di Kalimantan Utara.

Pengunjung tiba di Bandara Soekarno-Hatta menyusul keputusan pemerintah Indonesia untuk melarang turis asing masuk untuk mencegah penyebaran COVID-19, di Tangerang. (Foto: Reuters)

Sedangkan untuk perbatasan dengan Timor Lester, jalur masuk hanya bisa melalui Motaain. Untuk akses laut sendiri, jalur masuk hanya bisa melalui Pelabuhan Batam dan Tanjungpinang.

“Kita juga meningkatkan lagi pengawasan terhadap jalur-jalur ilegal. Jalur perbatasan darat dan laut kita kan begitu luas, sehingga ada penguatan pengamanan perbatasan,” kata Sonny dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, Selasa (28/9).

“Kita sudah belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Begitu ada orang masuk ke Indonesia, yang umumnya merupakan pekerja migran (yang dipulangkan), mereka langsung dilakukan tes PCR di tempat.”

BACA JUGA: November, Pemerintah Berencana Izinkan WNA Masuk Indonesia

“Dalam waktu satu jam, kita sudah bisa memisahkan orang yang positif dan negatif,” lanjutnya.

Selain itu, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan jumlah tes yang dilakukan. Sonny memberi contoh jumlah tes pada akhir Mei lalu dalam satu pekan berada di kisaran 434 ribu. Saat ini, dalam periode satu pekan, jumlah pemeriksaan dapat mencapai lebih dari 1,1 juta.

Dr Masdalina Pane, Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), dalam tangkapan layar.

Sementara itu, Dr. Masdalina Pane dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) mengatakan terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah agar situasi pandemi di dalam negeri tidak memburuk.

Ia menyebutkan perbedaan data antara kasus yang dilaporkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta upaya tracing di daerah yang masih minim perlu mendapatkan perhatian khusus.

“Berapa besar selisihnya? Antara 20 persen sampai 34 persen. Ini harus menjadi catatan. Mestinya tidak boleh terjadi ada gap antara kasus yang ada di lapangan dengan kasus yang dilaporkan secara resmi setiap hari,” ujar dia.

Orang-orang yang memakai masker pelindung mengantri untuk vaksin COVID-19 di Bandara Internasional Juanda, saat kasus melonjak di Sidoarjo, Jawa Timur, 22 Juli 2021. (Foto: Antara/Umarul Faruq via REUTERS)

Ia lalu mengungkapkan data tracing di 49 kabupaten dan kota di Jawa yang hanya menjangkau 69,7 persen dari target standar sebesar 80 persen.

Walaupun pemerintah telah mengklaim bahwa jumlah pengujian (testing) yang dilakukan sudang mengalami peningkatan yang signifikan, Masdalina berpendapat bahwa jumlah testing yang dilakukan masih terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah suspek yang dilaporkan pemerintah sendiri.

Menurutnya, pemerintah hanya mampu melakukan testing terhadap sepertiga hingga setengah dari jumlah suspek yang ada. Hal ini berarti masih ada cukup banyak suspek yang belum terjangkau tes.

“Padahal, prioritas untuk testing sebenarnya adalah mereka yang masuk dalam kategori suspek ini.”

BACA JUGA: Kasus COVID-19 Naik, Siswa SD di Singapura Belajar Daring

Berkaca dari Kasus di Singapura

Sejak awal pekan ini, Singapura kembali melakukan pengetatan hingga 24 Oktober mendatang. Langkah yang diambil dalam protokol kesehatan terbaru itu termasuk diantaranya adalah pemberlakuan kerja dari rumah dan kegiatan belajar dari rumah bagi siswa sekolah dasar selama dua minggu ke depan.

Suryopratomo, Duta Besar Indonesia untuk Singapura, dalam tangkapan layar.

Duta besar Indonesia untuk Singapura, Suryo Pratomo menyebut, sebenarnya saat ini pasien yang dirawat di rumah sakit tidak lebih dari seribu orang. Jumlah tersebut kecil bila dibandingkan dengan kapasitas tempat tidur yang tersedia yang mencapai hingga lima belas ribu tempat tidur. Dari total jumlah pasien yang dirawat, menurut Suryo, hanya sekitar 30 pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU.

“Tetapi bagi Singapura jumlah ini yang cukup besar. Karena itu, mereka melakukan antisipasi, mencoba menghindari jangan sampai kondisinya semakin mengalami perburukan,” kata Suryo.

Your browser doesn’t support HTML5

Indonesia Harus Waspada Kenaikan Kasus di Negara Tetangga

Pemerintah Singapura sendiri, lanjut Suryo, tidak menduga akan melihat lonjakan kasus dalam jumlah besar. Perkiraan mereka sebelumnya, jumlahnya tidak akan lebih dari 200 kasus setiap hari.

Sejak varian Delta mulai masuk ke Singapura, terdapat eskalasi penularan yang tidak pernah terjadi sebelumnya selama satu setengah tahun pandemi menyerang. Suryo menyebut, Singapura mencatatkan peningkatan kasus harian mulai angka 90-an, masuk ke 100, 200 hingga 300.

“Seminggu terakhir sudah di atas seribu. Bahkan dua hari lalu sempat menyentuh 1.939, tetapi kemarin turun lagi menjadi sekitar 1.600. Itu sudah dianggap sangat kritis di Singapura,” tambah Suryo.

Stadion Utama Papua Bangkit di Jayapura, Papua, yang akan digunakan dalam gelaran PON XX Papua. (Courtesy: Humas Kemenpora)

Waspada Potensi Penularan di PON Papua

Masdalina juga menyebutkan bahwa pemerintah harus memberi perhatian serius terhadap potensi penyebaran COVID-19 pada ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) yang ke-20 di Papua saat ini.

“Dengan pertemuan banyak orang pada PON, sekalipun dengan protokol kesehatan yang ketat, ini harus menjadi antisipasi kita. Kalau kemudian terjadi peningkatan kasus, karena pertukaran transmisi pada mass gathering, atau pertemuan banyak orang pada satu waktu,” kata Masdalina.

Apa yang terjadi selama Olimpiade dan penyelenggaraan Piala Eropa, menurut Masdalina, harus menjadi bahan kajian. Apalagi di saat bersamaan, Indonesia tengah berencana untuk kembali membuka kegiatan-kegiatan berskala nasional maupun internasional. [ns/rs]