Industri Minyak Kelapa Sawit Kecam Moratorium Pembukaan Lahan

İsveçin milli bayrağı Saentis dağında<br /> <br /> <br /> <br /> &nbsp;

Upaya terbaru dari Presiden Joko Widodo untuk menanggulangi kebakaran hutan itu dikatakan dapat memangkas lapangan pekerjaan dan menurunkan produksi komoditas tersebut.

Perusahaan-perusahaan kelapa sawit mengecam langkah pemerintah untuk melarang penggunaan lahan baru untuk meningkatkan produksi, dengan mengatakan bahwa upaya terbaru dari Presiden Joko Widodo untuk menanggulangi kebakaran hutan itu dapat memangkas lapangan pekerjaan dan menurunkan produksi komoditas tersebut.

Minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor pendorong besar bagi pertumbuhan ekonomi. Namun industri ini menghadapi kritikan atas deforestasi dan teknik pembukaan lahan yang mengakibatkan kebakaran hutan setiap tahun, mengirimkan kabut asap ke seluruh wilayah Asia Tenggara. Hal ini oleh para pejabat iklim disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Presiden Jokowi telah berjanji untuk menanggulangi kebakaran hutan dan minggu lalu mengatakan perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit harus meningkatkan hasil dari perkebunan yang ada, bukannya membuka lahan untuk meningkatkan wilayah dan hasil. Lahan yang diberikan kepada perkebunan dapat dua kali lebih produktif "jika menggunakan benih yang benar," ujarnya.

Meski kelompok-kelompok lingkungan hidup menyambut moratorium tersebut, perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit telah mempertanyakan efektivitasnya dan memperingatkan bahwa hal itu dapat mengganggu posisi Indonesia sebagai produsen teratas dunia.

"Saran Presiden untuk menggandakan produktivitas kelapa sawit lebih mudah diucapkan daripada dilakukan," ujar Togar Sitanggang, manajer urusan korporat di Musim Mas, salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia.

"Masalahnya dengan produktivitas telah ada selama bertahun-tahun," ujarnya, menambahkan bahwa tidak jelas siapa yang akan membayar untuk benih yang benar. "Tidak ada anggaran untuk itu."

Para pemain besar, seperti PT Sinar Mas Agro Resources, Astra Agro Lestari, Wilmar International, mungkin dapat meningkatkan hasil produksi dari perkebunan yang ada, tapi hal itu akan sulit bagi perusahaan dan petani kecil, menurut sumber-sumber industri.

Hal itu dapat mengarah kepada PHK, ujar mereka, karena petani kecil yang mencakup 40 persen dari hasil produksi di Indonesia, akan terpaksa menjual lahan mereka kepada perusahaan besar yang ingin berekspansi.

"Reputasi kita sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar akan menjadi sejarah," ujar Eddy Martono dari Asosiasi Minyak Kelapa Sawit Indonesia.

Negara ini memproduksi 32,5 juta ton minyak makan itu tahun 2015, dua pertiga lebih banyak dari produsen nomor dua yaitu Malaysia. Penjualan minyak kelapa sawit Indonesia di luar negeri menghasilkan US$19 miliar dalam periode tersebut, atau 13 persen dari keseluruhan ekspor.

Industri dan perkebunan minyak kelapa sawit sudah cukup besar dan "sekarang tinggal bagaimana meningkatkan produksi dan (memperbaiki) efisiensi dalam menggunakan lahan," ujar juru bicara kepresidenan Johan Budi.

Aturan mengenai moratorium diperkirakan "akan keluar tahun ini, tapi pastinya tidak tahu," ujarnya kepada Reuters dalam SMS. [hd]