Inggris pada hari Minggu (15/12) secara resmi menjadi anggota ke-12 pakta perdagangan trans-Pasifik yang mencakup Jepang, Australia dan Kanada seiring upayanya memperdalam hubungan di kawasan tersebut dan sekaligus membangun hubungan perdagangan global setelah meninggalkan Uni Eropa.
Inggris tahun lalu mengumumkan akan bergabung dengan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik, atau CPTPP, yang merupakan kesepakatan perdagangan terbesarnya setelah Brexit.
Dengan aksesi ini berarti Inggris mulai hari Minggu akan dapat menerapkan peraturan perdagangan CPTPP dan menurunkan tarif dengan delapan dari 11 anggota yang ada, yaitu Brunei Darussalam, Chili, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.
Perjanjian ini mulai berlaku dengan Australia pada tanggal 24 Desember dan akan berlaku dengan dua anggota terbaru – Kanada dan Meksiko – 60 hari setelah mereka meratifikasinya.
Pakta ini merupakan kesepakatan perdagangan bebas pertama Inggris dengan Malaysia dan Brunei Darussalam, yang meskipun telah menjalin kesepakatan dengan negara-negara lain, ketentuan-ketentuan CPTPP jauh lebih luas. Ini terlihat terutama dalam memberikan pilihan kepada perusahaan-perusahaan mengenai bagaimana menggunakan ketentuan “aturan asal”.
Tidak seperti Uni Eropa yang telah ditinggalkan Inggris pada akhir tahun 2020, CPTPP tidak memiliki pasar tunggal untuk barang atau jasa, sehingga tidak memerlukan harmonisasi peraturan.
BACA JUGA: Menlu China Kunjungi Australia di Tengah Upaya Stabilkan Hubungan PerdaganganInggris memperkirakan dalam jangka panjang pakta ini mungkin bernilai US$2,5 miliar per tahun, atau kurang dari 0,1% PDB-nya.
Namun sebagai tanda dari implikasi strategis – yang tidak saja pada bidang ekonomi – pakta ini membuat Inggris dapat mempengaruhi apakah China dan Taiwan dapat bergabung dengan kelompok itu atau tidak.
Perjanjian perdagangan bebas ini berakar pada Kemitraan Trans-Pasifik yang didukung Amerika dan dikembangkan untuk melawan dominasi ekonomi China yang semakin meningkat.
Amerika menarik diri dari perjanjian itu pada tahun 2017 di bawah Presiden Donald Trump, dan pakta tersebut terlahir kembali sebagai CPTPP.
Kosta Rika adalah negara pemohon berikutnya yang menjalani proses bergabung, disusul oleh Indonesia yang berencana melakukan hal serupa. [em/ab]