Dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, hari Rabu (13/5), pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan pemerintah China kembali menegaskan komitmennya untuk menyelidiki kasus perlakuan tidak manusiawi yang diterima para ABK Indonesia yang bekerja di empat kapal ikan China, termasuk berkomunikasi langsung dengan pemilik kapal.
"Mengenai hak-hak anak buah kapal (ABK), informasi awal yang kita catat hak-hak mereka sebenarnya sudah disampaikan melalui agen. Sekarang adalah perlu untuk melakukan investigasi lanjutan bagaimana proses penyaluran atau penyampaian dari hak-hak tersebut ke pihak anak buah kapal," kata Faizasyah.
Faizasyah menambahkan pihak berwenang di China sangat terbuka untuk menerima informasi lanjutan dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri).
Bareskrim Polri Bantu Penyelidikan
Pada kesempatan itu, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan 14 ABK Indonesia yang bekerja di kapal Long Xin 629 saat ini sedang menjalani proses penyelidikan oleh Bareskrim Polri.
"Nanti hasil penyelidikan tersebut akan digunakan untuk proses penegakan hukum baik di Indonesia maupun nanti akan dikerjasamakan dengan pihak RRT untuk mendukung penyelidikan yang saat ini juga sedang dilakukan oleh pemerintah RRT," ujar Judha.
BACA JUGA: ABK Indonesia: Gelombang Perbudakan dan Minimnya PerlindunganJudha menambahkan sebagian ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China sudah mendapat uang santunan, namun belum mendapat gaji dan uang asuransi. Kementerian Luar Negeri akan terus mengupayakan agar operator kapal, Dalian Fishing Company, membayar semua hak awak kapal Indonesia.
Menlu Kutuk Perlakuan Tidak Manusiawi terhadap ABK Indonesia
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi hari Minggu lalu (10/5) telah menemui 14 ABK yang sedang menjalani karantina di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut diperoleh informasi sebagian dari mereka belum menerima gaji sama sekali dan sebagian lagi menerima gaji tapi tidak sesuai yang tercantum dalam kontrak kerja yang telah mereka tanda tangani.
Informasi lain adalah soal jam kerja mereka selama di kapal ikan China yang tidak manusiawi. Setiap hari mereka bekerja rata-rata 18 jam. Retno Marsudi mengutuk perlakuan tidak manusiawi terhadap ABK Indonesia tersebut dan menyatakan hal itu sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
BACA JUGA: Pemerintah Bertekad Selesaikan Kasus Perlakuan Tidak Manusiawi ABKMigrant Care: Upaya Memerangi Perbudakan di Laut Tak Dapat Dukungan dari Kementerian Lain
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan pemerintah Indonesia pernah terlibat dalam upaya memerangi perbudakan di sektor kelautan, terutama pada zaman Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Namun inisiatif tersebut lebih banyak menyangkut soal praktik ini di perairan Indonesia yang dipicu kasus perbudakan di kapal ikan di perairan Benjina, Kepulauan Maluku.
Namun inisiatif ini tambahnya tidak meluas pada nasib pekerja migran Indonesia sebagai ABK di kapal-kapal pencari ikan berbendera asing yang beroperasi lintas negara. Inisiatif itu pun, kata Wahyu, tidak mendapat dukungan signifikan dari Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perhubungan atau BP2MI.
Dalam perkara ini Kementerian Luar Negeri juga mengalami kesulitan karena keterbatasan jurisdiksi perkara.
Perwakilan Indonesia di Malaysia Terus Distribusikan Bantuan pada WNI Terdampak MCO
Terkait perkembangan mengenai kondisi warga Indonesia selama penerapan MCO di Malaysia. Judha menjelaskan enam kantor perwakilan Indonesia di Malaysia - KBRI Kuala Lumpur, KJRI Penang, KJRI Johor Baru, KJRI Kinabalu, KJRI Kuching, dan KJRI Tawau - sejak awal April sudah mendistribusikan 239.675 paket bantuan sembako. Melalui kerjasama dengan komunitas masyarakat, sudah mendistribusikan 109.168 paket bantuan sembako.
Menurutnya, upaya yang dilakukan pemerintah saat ini adalah bagaimana bantuan-bantuan tersebut dapat menjangkau warga Indonesia yang paling rentan dan terdampak oleh Movemnet Control Order (MCO) diterapkan pemerintah Malaysia. Judha menegaskan bantuan sembako tersebut akan terus ditingkatkan karena MCO diperpanjang.
Judha menekankan pemerintah akan memberikan bantuan kepada warga Indonesia di Malaysia, termasuk yang tidak berdokumen atau pendatang ilegal.
Your browser doesn’t support HTML5
"Selama mereka warga negara Indonesia, maka mereka berhak untuk mendapatkan perlindungan dari perwakilan Republik Indonesia. Kita juga sudah mengidentifikasi pekerja migran kita berstatus tidak berdokumen dan pekerja harian lepas adalah salah satu kelompok yang paling terdapak terhadap kebijakan MCO," ujar Judha.
Oleh karena itu, menurut Judha, KBRI Kuala Lumpur telah membuat formulir Google untuk menjaring para pekerja migran Indonesia yang tidak berdokumen untuk mendaftar agar bisa mendapat bantuan sembako. [fw/em]