Investigator PBB Tuduh Iran Lakukan Pelanggaran HAM Mengerikan

Javaid Rehman, pelapor khusus PBB tentang situasi HAM di Iran

Laporan PBB tentang situasi hak asasi manusia di Iran menyajikan gambaran suram masyarakat yang hidup di bawah sistem penindasan politik yang brutal dan pelanggaran kebebasan fundamental yang merajalela. Laporan tersebut telah diserahkan ke dewan hak asasi manusia PBB. 

Dalam paparannya di hadapan dewan, pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Iran Javaid Rehman tidak berbasa-basi. Dia mendesak komunitas Internasional untuk minta pertanggungjawaban Iran karena melakukan apa yang disebutnya sebagai pelanggaran paling mengerikan tanpa sanksi hukum.

"Tidak dapat dipercaya bahwa hampir 18 bulan sejak penumpasan mematikan terhadap protes November 2019 di Iran, pemerintah masih belum melakukan penyelidikan yang wajar atau meminta pertanggungjawaban siapa pun atas kekerasan mematikan yang digunakan terhadap pengunjuk rasa, yang menyebabkan sedikitnya 304 kematian,” katanya.

Bukannya menyelidiki kejahatan itu, Rehman mencatat bahwa keluarga-keluarga yang mencari keadilan bagi kerabat yang terbunuh telah diancam oleh agen-agen negara. Dia mengatakan realitas kehidupan di Iran adalah mereka yang tidak bersalah dihukum sementara yang bersalah dibebaskan.

Dia mengutip daftar panjang pelanggaran termasuk tingkat hukuman mati yang tinggi di Iran. Dia mencatat sedikitnya 267 eksekusi terjadi tahun lalu, termasuk beberapa anak. Hingga awal Maret tahun ini, lebih dari 40 orang dilaporkan telah dihukum mati. Dia mengatakan banyak di antara mereka atas dasar pengakuan yang didapt melalui penyiksaan sebagai bukti.

BACA JUGA: UNHRC: Situasi HAM di Iran ‘Suram’

Selanjutnya, Rehman mengungkapkan kekhawatiran atas penahanan sewenang-wenang yang terus berlanjut terhadap warga berkewarganegaraan ganda dan warga asing serta tindakan menarget minoritas, termasuk melalui eksekusi dan penghilangan paksa. Fokus utama dari laporan penyidik adalah pada situasi hak asasi perempuan dan anak perempuan, yang dianggapnya sangat buruk dan tidak dapat diterima.

“Meskipun beberapa langkah positif — seperti dalam pendidikan dan hak kewarganegaraan — diakui, diskriminasi berbasis gender yang mengerikan tetap ada dalam hukum, praktik, dan sikap masyarakat, yang melemahkan perempuan dan anak perempuan untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam masyarakat,” tambah Rehman.

Duta Besar Iran untuk PBB di Jenewa, Esmaeil Baghaei Hamaneh menyebut laporan itu sepihak dan mengatakan itu didasarkan pada disinformasi.

“Selama lebih dari sepuluh tahun hingga sekarang, debat interaktif khusus ini telah digunakan sebagai panggung untuk melancarkan kampanye melawan Iran dengan kedok hak asasi manusia. Kutipan tentang hak asasi manusia yang dibingkai sedemikian rupa dan dijadikan senjata oleh kelompok negara tertentu untuk mencetak poin dalam kampanye politik mereka melawan musuh harus menjadi perhatian serius.”

Duta Besar Iran itu mengatakan pembentukan pelapor khusus tentang hak asasi manusia di Iran tidak memiliki dasar yang sah. Dia menambahkan langkah itu tidak adil atau dibenarkan dan harus ditinggalkan. [lt/jm]