Perdana Menteri Israel Naftali Bennett Selasa (31/5) mengatakan ia memiliki bukti tentang dugaan bahwa Iran mencuri dokumen rahasia Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Pencurian bertujuan memperoleh informasi untuk membuat cerita sampul atau laporan yang menutup-nutupi alasan Iran sebenarnya guna melindungi program nuklir Iran dari inspektur pengawas atom.
Bennett mengatakan dalam video bahwa Israel tahu tentang laporan fiktif itu karena ia tahu rencana Iran untuk menipu tentang program nuklirnya. Ia tidak merinci sifat dokumen itu tetapi mengatakan bahwa ratusan halaman berstempel Kementerian Intelijen itu menunjuk ke rencana untuk "memiliki laporan fiktif yang komprehensif" bagi pertanyaan Badan Atom PBB tersebut tentang program itu.
Dalam video yang dikirim Kantor Pers Pemerintah Israel, tampak Bennett memegang setumpuk kertas fotokopi. Ia mengatakan, "Bahkan ada beberapa catatan tulisan tangan pada dokumen itu oleh pejabat-pejabat senior Iran."
Dokumen itu tidak dibagikan kepada media atau disediakan untuk verifikasi pihak ketiga.
Komentar Bennett disampaikan untuk menanggapi Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian yang menuduh Israel menyebar kebohongan dalam pembicaraan di Forum Ekonomi Dunia pekan lalu di Davos, Swiss.
Pembicaraan di Wina mengenai kesepakatan nuklir Iran mandek sejak April.
Juga Selasa, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian berbicara tentang negosiasi Iran dengan Amerika mengenai pakta nuklir 2015 yang runtuh. Kepada wartawan ia mengatakan bahwa ia menyampaikan keprihatinan kepada Wakil Presiden Amerika Kamala Harris melalui pihak ketiga ketika mereka berada di Munchen, Jerman, awal tahun ini.
Amirabdollahian mengatakan, "Tidak bisa diterima, baik secara hukum maupun politik, bagi pemerintahan yang berkuasa untuk kembali ke kesepakatan itu untuk mengatakan saya tidak bisa memberi jaminan apa pun mengenai apa yang akan dilakukan pemerintahan berikutnya."
Iran berulang kali menuntut jaminan bahwa tidak ada presiden Amerika mendatang yang bisa secara sepihak keluar dari pakta itu, seperti dilakukan Presiden Donald Trump pada 2018. Gedung Putih menyatakan tidak dapat membuat komitmen seperti itu.
BACA JUGA: Utusan Khusus PBB: Sanksi AS terhadap Iran Perburuk Situasi KemanusiaanPerselisihan timbul ketika Iran mempercepat program nuklirnya jauh melampaui batas yang ditetapkan dalam pakta nuklir itu. Dan pekan lalu Iran menyita dua kapal tanker Yunani di rute minyak utama melalui Teluk Persia.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri Iran Selasa dengan tajam mengkritik IAEA atas laporan triwulanan tentang program nuklir Iran. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Saeed Khatibzadeh menegur temuan laporan itu yang menyebutkan bahwa cadangan uranium Iran yang diperkaya telah naik 18 kali sejak pakta nuklir 2015. Ia menilai laporan itu "tidak adil dan tidak seimbang."
IAEA juga mengatakan bahwa Iran belum bisa menjelaskan jejak partikel uranium yang ditemukan oleh pengawas IAEA di bekas situs yang tidak diumumkan di negara itu. Isu ini telah lama menjadi sumber perselisihan antara Iran dan IAEA meskipun ada desakan baru-baru ini untuk menyelesaikannya pada Juni.
Your browser doesn’t support HTML5
Khatibzadeh mengatakan pernyataan IAEA tidak mencerminkan realitas pembicaraan antara Iran dan badan tersebut.
“Dikhawatirkan tekanan politik oleh zionis dan lainnya membuat laporan itu menyimpang dari teknis ke politik. Kami berharap perilaku ini diperbaiki," kata Khatibzadeh.
Pakar-pakar nonproliferasi memperingatkan bahwa Iran telah cukup memperkaya uraniumnya hingga kemurnian 60% - langkah teknis singkat untuk membuat senjata dengan tingkat kemurnian 90%. Tingkat 60% cukup untuk membuat satu senjata nuklir jika diinginkan. [ka/jm]