ISIS Berkonsolidasi di Beberapa Bagian Irak

Kebakaran dan asap hitam mengepul, menyusul ledakan bom mobil saat pasukan Irak bentrok dengan pejuang ISIS di Mosul, 5 Maret 2017, saat melakukan serangan untuk merebut kembali bagian barat kota tersebut dari para jihadis. (Foto: dok).

Serangan bom mobil di Mosul timur memperkuat kekhawatiran sebagian analis bahwa ofensif terhadap ISIS berarti mengalahkan kelompok teror itu secara militer, tetapi belum tentu kemunduran politik bagi kelompok teror itu.

Lebih dari 190 hari sejak pasukan keamanan Irak yang didukung Amerika melancarkan kampanye mereka untuk mengusir petarung ISIS dari Mosul, para militan itu tetap berada di bagian barat kota tersebut. Bulan lalu, ISIS meledakkan sebuah bom mobil di distrik Zuhur, Mosul timur yang menewaskan empat orang dan melukai 14 lainnya.

Zuhur dianggap telah dibebaskan dari militan Sunni itu pada bulan Januari ketika Baghdad mengumumkan bahwa Mosul timur “dibebaskan sepenuhnya,” namun pemboman tersebut menunjukkan bahwa sel-sel ISIS yang aktif masih beroperasi di sana, meskipun ada usaha keras oleh pasukan keamanan Irak untuk mengalahkan mereka.

“Keluar tapi tidak kalah,” adalah gambaran yang disampaikan oleh Kyle Orton, seorang analis dari Henry Jackson Society, sebuah kelompok pemikir yang berbasis di London, mengenai posisi strategis kelompok teroris tersebut.

Dalam sebuah penelitian lembaga think tank itu, Orton memperingatkan bahwa Zuhur “adalah bagian dari pola serangan yang menunjukkan bahwa operasi Mosul itu sendiri dilakukan dengan terburu-buru dan yang lebih penting lagi ISIS telah muncul kembali di daerah-daerah yang dibebaskan.”

Dia juga memperingatkan, “hilangnya wilayah ISIS seharusnya tidak dilihat sebagai satu-satunya tolok ukur kekalahan ISIS dalam perang itu.” Para pejabat Amerika dan Irak memperkirakan ISIS sekarang hanya menguasai tujuh persen dari negara tersebut, turun dari sekitar 40 persen pada masa kejayaan kelompok itu. [lt]