Israel pada Kamis (15/2) menyerukan pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menolak permintaan mendesak Afrika Selatan sebelumnya, untuk mengkaji apakah operasi militer Israel yang menarget Kota Rafah di bagian selatan Gaza itu, melanggar perintah sementara yang disampaikan pengadilan bulan lalu, dalam kasus yang menuduh telah terjadinya genosida.
Selain itu Afrika Selatan meminta Mahkamah Kriminal Internasional untuk memutuskan apakah serangan Israel di Rafah – dan juga niat untuk melancarkan serangan darat di kota di mana 1,4 juta warga Palestina berlindung – telah melanggar Konvensi Genosida PBB dan perintah awal yang dikeluarkan pengadilan bulan lalu, dalam kasus yang menuduh Israel melakukan genosida.
Dalam pengajuan tiga halaman yang dirilis oleh pengadilan pada Kamis, Israel menyebut permintaan baru Afrika Selatan itu “sangat aneh dan sangat tidak pantas.
Permintaan baru itu disebut-sebut sebagai “bukti upaya baru dan sinis Afrika Selatan untuk menggunakan tindakan sementara sebagai pedang, bukan perisai; dan untuk memanipulasi pengadilan guna melindungi sekutu lama Afrika Selatan – Hamas – dari hak dan kewajiban Israel untuk membela diri dan membebaskan lebih dari 130 sandera yang masih ditahan oleh Hamas.
Israel kembali membantah melakukan genosida di Gaza, dan mengatakan pihaknya melakukan semua hal yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan warga sipil, dan hanya menarget militan Hamas. Ditambahkan, strategi Hamas yang berbaur di wilayah warga sipil, menyulitkan untuk mencegah agar tidak ada warga sipil yang menjadi korban.
Serangan Israel telah menghancurkan Gaza. Menurut Departemen Kesehatan Palestina di wilayah itu yang dikuasai Hamas itu, hingga hari Kamis (15/2) lebih dari 28.000 orang tewas, di mana 70 persen di antaranya adalah perempuan, anak-anak, dan remaja. PBB mengatakan lebih dari 80 persen orang telah dipindahkan secara paksa, dan lebih seperempat warga Palestina di Gaza kini menghadapi kelaparan akut. [em/rs]