Isu Tenaga Kerja Dominasi Perbincangan Jelang Debat Cawapres

  • Munarsih Sahana

Seorang pekerja sedang menjahit celana di pabrik garmen PT Trisula Garmindo Manufacturing di Bandung, Jawa Barat, 17 September 2013. (Foto: Reuters)

Isu tenaga kerja mendominasi perbincangan di media sosial menjelang berlangsungnya Debat Capres putaran ke-3 yang menampilkan dua calon wakil presiden (cawapres) pada Minggu, 17 Maret 2019.

Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM kembali melakukan analisis Big Data dengan mengambil data percakapan di Twitter, menggunakan metode Application Programming Interface, antara 3-13 Maret 2019.

Analisa untuk mengetahui isu yang banyak dibicarakan di Twitter menjelang debat dua cawapres itu, menunjukkan topik tenaga kerja dan sosial budaya mendominasi perbincangan.

Arya Budi, peneliti DPP menjelaskan, hasil analisis hanya terbatas pada kelompok yang memiliki akses Internet dan menggunakan platform Twitter.

BACA JUGA: Prabowo Ingin Generasi Muda Indonesia Tidak Berakhir Menjadi Tukang Ojek

“Topik yang kami crawling (data yang diambil) dari percakapan di Twitter adalah terkait dengan percakapan tentang debat itu sendiri, dan juga terkait dengan topik-topik debat yaitu pendidikan, kesehatan, sosial budaya, ketenagakerjaan,” kata Arya Budi.

“Ini kami potret selama 10 hari, memang analisis ini punya limitasi karena kami hanya menganalisis orang-orang yang punya akses terhadap Internet terutama platform twitter. Kami tidak memotret keseluruhan percakapan orang-orang yang ngumpul di angkringan, di face, misalnya,” kata Arya Budi menambahkan.

Mada Sukmajati, peneliti Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM (kanan) menjelaskan hasil analisis big data terkait topik yang dominan diperbincangkan melalui Twitter jelang debat cawapres, Minggu, 17 Maret 2019. (Foto: Munarsih Sahana/VOA)

Mada Sukmajati, peneliti DPP lainnya menjelaskan hasil analisis Big Data menunjukkan, warganet tertarik membicarakan topik diluar layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan tetapi topik lain yaitu tenaga kerja dan sosial budaya.

“Justru isu ketenagakerjaan dan isu sosial budaya yang menonjol. Kami berharap para cawapres ketika berdebat nanti tidak hanya memberikan penekanan pada kesehatan dan pendidikan. Tetapi juga memberikan porsi yang lebih memadai pada isu tenaga kerja dan sosial budaya. Banyak hal-hal yang dibicarakan termasuk tenaga kerja asing-tenaga dari China, UMR, kesejahteraan buruh, juga jaminan sosial,” kata Mada.

Secara geografis, menurut Mada, jumlah percakapan warganet soal topik debat cawapres terpantau paling banyak di Jawa Barat (21,05 persen), DKI Jakarta (17,76 persen), Jawa Timur (10,53 persen). Sedangkan daerah lan intensitasnya dibawah 10 persen.

BACA JUGA: Jokowi: Indeks Pembangunan Manusia Meningkat, Pengangguran Turun

Beberapa topik dominasi dibahas di wilayah tertentu,misalnya topik ketenagakerjaan paling banyak dibahas di Jawa Barat (48,04 persen). Sedangkan topik sosial budaya dibahas di daerah Jawa Timur (59,72 persen).

Topik pendidikan dominan di Kalimantan Utara dan topik kesehatan paling banyak dibicarakan warga net di Sulawesi Tenggara.

Secara umum, hasil analisis menunjukkan kelompok muda kurang tertarik pada debat antar cawapres.

“Minat masyarakat terutama kelompok milenial atau undecided voters (belum menentukan pilihan) itu masih rendah dalam mengikuti debat cawapres. Padahal sebenarnya debat cawapres ini tidak kalah penting, isunya pun tidak kalah pentingnya dibandingkan debat capres,” kata Mada.

“Saya khawatir kalau kita tidak mengawal isu-isu yang sifatnya tidak programatis nanti itu perdebatannya hanya fokus pada tampilan, pada gaya, menurut saya ini perlu kita hindari,” tambah Mada.

Para pencari kerja berdesakan dalam antrean pameran lowongan pekerjaan "Indonesia Spectacular Job Fair 2015" di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 12 Agustus 2015.

Sosiolog Prof DR. Tadjuddin Noer Effendi yang juga anggota Komite Pelatihan Vokasi Nasional, memaklumi jika topik tenaga kerja banyak diperbincangkan di Jawa Barat. Wilayah ini merupakan pusat industri, banyak isu buruh yang cenderung berseberangan dengan pemerintah.

Mereka, tambah Tadjuddin, juga cenderung mengangkat kasus-kasus daripada menggunakan data agregat, misalnya Kartu Pra Kerja yang masih banyak mereka salah mengerti.

Tadjuddin menjelaskan kartu Pra Kerja dibagi menjadi dua bagian. Pertama, skilling atau meningkatkan keterampilan, yang diberikan kepada siswa-siswa SMA dan SMK yang tidak bisa masuk pasar kerja.

BACA JUGA: Pemerintah Fokus Tingkatkan Pembangunan SDM pada 2020

“Mereka diberi kartu, bisa digunakan di Balai Latihan mana saja untuk mendapatkan ketrampilan. Selama pelatihan mereka dibayar karena perlu untuk hidup. Targetnya, untuk menurunkan angka pengangguran terbuka,” papar Tadjuddin.

“Yang banyak PHK karena sudah mengembangkan teknologi 4.0. Nah, mereka akan diberi kartu Re-skilling dan Up-skilling,” kata Tadjuddin menambahkan.

Tadjuddin berharap, debat antar cawapres bisa mmenjelaskan berbagai program untuk menurunkan pengangguran dengan menggunakan data-data yang sesuai. [ms/as]