Jihadis Suriah Dekati Remaja Bermasalah di Belgia

Ozana Rodrigues, ibu Brian De Mulder, yang pergi untuk berjuang di Suriah setelah diindoktrinasi kelompok Sharia4Belgium, menunjukkan foto anaknya di Antwerp, Belgia (29/1). (Reuters/Yves Herman)

Banyak warga Belgia yang menjadi pejuang asing, lebih dari negara-negara tetangganya, untuk militan-militan seperti ISIS dan al-Qaida, yaitu sekitar 350 orang dari negara yang hanya berpenduduk 11 juta.

Di tengah penantian putusan persidangan terbesar di Eropa terhadap mereka yang dituduh memupuk kekerasan di Suriah, banyak perhatian ditujukan pada perjuangan komunitas imigran Muslim miskin yang menghadapi tingkat pengangguran tinggi di kalangan anak muda.

Namun bagi para orangtua di Antwerp, kota yang sedang waspada tinggi sejak pembantaian Charlie Hebdo di Paris dan penggerebekan polisi terhadap jihadis di Belgia, vonis hakim Rabu ini mungkin tidak menjelaskan mengapa dua anak remaja yang gemar berolahraga, bukan keturunan Muslim, meninggalkan rumah yang nyaman untuk memanggul senjata di Timur Tengah.

Dan apa pun vonis yang dijatuhkan pada putra-putra mereka, ibu Brian De Mulder dan ayah Jejoen Bontinck mengatakan kerusakan yang dilakukan oleh mereka yang merekrut dua anak itu -- termasuk kehilangan pekerjaan dan gangguan di rumah -- tidak dapat dihapuskan.

"Bagi saya, ini tidak ada bedanya dengan sekte," ujar Dimitri Bontinck, 41.

Grup lokal Sharia4Belgium menarik putranya yang saat itu berusia 18 tahun untuk pergi bertempur ke Suriah, ujarnya, meninggalkan dirinya dan ibu Jejoen yang lahir di Nigeria stress.

"Cara mereka memupuk, menarik orang baru, melakukan ritual", semuanya menarik anak-anak muda yang menghadapi kegelisahan masa remaja, atau dalam kasus Jejoen, patah hati, ujar Bontinck.

Dengan banyaknya warga Belgia yang menjadi pejuang asing, lebih dari negara-negara tetangganya, untuk militan-militan seperti Negara Islam (ISIS) dan al-Qaida -- sekitar 350 orang dari negara yang hanya berpenduduk 11 juta -- Bontinck meraih perhatian media karena ia mengambil risiko nyawa untuk bepergian tiga kali ke medan perang. Dan ia berhasil membawa anaknya pulang.

Sekarang berusia 20 tahun, Jejoen Bontinck telah menjadi saksi kunci dalam persidangan dakwaan terorisme terhadap para pemimpin Sharia4Belgium. Namun ia juga menghadapi sampai empat tahun penjara sebagai salah satu dari sembilan terdakwa yang hadir, meski semuanya ada 46 orang. Terdakwa lainnya, Brian De Mulder yang masih berusia 21 tahun, masih di Suriah. Atau barangkali telah tewas.

Ibu De Mulder yang berasal dari Brazil, Ozana Rodrigues mengatakan, ia setiap hari masih menangisi anaknya, yang suatu kali merupakan pemain sepakbola remaja yang menjanjikan. Ia yakin dikeluarkan oleh klub profesional pada usia 17 tahun telah membuat Brian beralih ke agama dan kekerasan.

Seperti Jejoen Bontinck, Brian De Mulder masuk Islam dan dengan segera menjadi sangat taat, berbaju gamis, bersikeras makan makanan halal dan mengkritik ibu dan saudara-saudara perempuannya karena tidak berpakaian pantas.

Kafir

Suatu hari ia mengumumkan ingin menjadi sukarelawan untuk kegiatan amal di Suriah. Saat diminta untuk tinggal karena banyak peluang, De Mulder mengatakan ia tidak ingin karena semua orang di negaranya adalah kafir, ujar Rodrigues.

Jejoen Bontinck bersama pengacaranya di Antwerp, Belgia.

De Mulder kabur dua tahun yang lalu, kemudian mengatakan ia ada di Suriah namun tidak banyak kontak yang dilakukan setelah itu.

"Sebuah peristiwa dapat terjadi di kehidupan seseorang yang bertindak sebagai katalis," ujar Bilal Benyaich, ahli ilmu politik dari Ghent University yang mempelajari radikalisasi anak-anak muda Belgia.

"Mereka menemukan diri mereka di luar sistem dan yakin penderitaan mereka adalah kesalahan masyarakat. Mereka menemukan pelipur lara dalam Islam. Ada hitam putih dan baik buruk... Kamu dibebaskan dari ketidakpastian dan tiba-tiba memiliki tujuan."

Namun gangguan serta stigma melukai yang lainnya. Dimitri Bontinck dan Ozana Rodrigues kehilangan pekerjaannya. Ibu Brian dan adik perempuannya yang berusia 13 tahun tidak punya rumah, bergantung pada teman dan kerabat untuk menampung mereka.

Para terdakwa tidak mendapat simpati dari publik yang terkejut dengan penggerebekan sel-sel jihadis bulan lalu, yang menunjukkan sejumlah warga Belgia yang kembali dari Suriah untuk menyerang tanah air mereka. Dua orang tewas dalam penembakan seminggu setelah para ekstremis menewaskan 17 orang di kantor tabloid Charlie Hebdo dan toko kelontong Yahudi di Paris. Musim panas lalu, seorang pria bersenjata membunuh empat orang di Museum Yahudi di Brussels.

Para pemimpin Uni Eropa akan menyetujui kerjasama kontra-terorisme yanglebih ketat dalam KTT di Brussels, Kamis. Salah satu prioritasnya adalah melawan radikalisasi anak-anak muda warga Uni Eropa.

Dimitri Bontinck berharap pengadilan akan membebaskan anaknya. Rodrigues berharap para hakim akan menghukum mereka yang ia anggap telah mengambil anaknya. Namun ia masih merana.

"Jika putra saya mati dalam kecelakaan mobil atau ditembak, saya dapat menguburkannya. Saya dapat mengucapkan selamat tinggal. Tapi anak saya di Suriah. Apa yang dapat saya lakukan?" ujarnya sambil menangis. (Reuters)