Presiden Joko Widodo mengatakan keputusan ini diambil seiring dengan telah melimpahnya stok minyak goreng curah, dan harga rata-rata nasionalnya yang sudah cenderung turun.
“Oleh karena itu, berdasarkan kondisi pasokan dan harga minyak goreng saat ini, serta mempertimbangkan adanya 17 juta orang tenaga di industri sawit, baik petani, pekerja dan juga tenaga pendukung lainnya maka saya memutuskan bahwa ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin, 23 Mei 2022,” ungkap Jokowi dalam telekonferensi persi di Jakarta, Kamis (19/5).
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menjelaskan, pada April lalu setelah memberlakukan kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan segala turunannya, jumlah pasokan minyak goreng curah setidaknya telah mencapai 211.000 ton per bulan. Angka ini katanya sudah melebihi kebutuhan rata-rata nasional. yakni sebanyak 194.000 ton per bulan. Sebelumnya, peredaran minyak goreng curah di masyarakat hanya mencapai 64.500 ton per bulan.
Kebijakan pelarangan ekspor ini, kata Jokowi, juga membuat harga rata-rata minyak goreng secara nasional telah turun ke level Rp17.200-Rp17.600 per kilogram, dari sebelumnya Rp19.800 per kilogram. Meskipun diakuinya harga minyak goreng belum turun secara merata di seluruh Indonesia, ia meyakini dalam kurun beberapa pekan ke depan, harga minyak goreng akan turun ke level yang ditargetkan oleh pemerintah yakni sebesar Rp14.000 per kilogram.
Jokowi menekankan, pasca pencabutan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan segala turunannya, pemerintah akan tetap mengawasi dan memantau dengan ketat untuk memastikan pasokan minyak goreng tetap terpenuhi dengan harga yang terjangkau.
BACA JUGA: Jokowi: Sebuah Ironi, Indonesia Produsen Sawit Terbesar Dunia, Tapi Langka Minyak Goreng“Dan pada kesempatan ini juga saya ingin mengucapkan terimakasih kepada para petani sawit atas pengertian dan dukungan terhadap kebijakan pemerintah yang diambil untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. Secara kelembagaan, pemerintah juga akan melakukan pembenahan prosedur, dan regulasi di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit agar terus disederhanakan dan dipermudah agar lebih adaptif, dan solutif menghadapi dinamika pasokan dan harga minyak dalam negeri sehingga masyarakat dapat dilindungi, dan dipenuhi kebutuhannya,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini, Jokowi juga angkat bicara terkait dugaan adanya pelanggaran dan penyelewengan dalam distribusi dan produksi minyak goreng. Ia telah memerintahkan aparat penegak hukum untuk terus melakukan penyidikan dan tetap memproses hukum para pelaku yang terlibat.
“Saya tidak mau, ada yang bermain-main yang dampaknya mempersulit rakyat, merugikan rakyat,” tegasnya.
Petani Apresiasi Keputusan Pemerintah
Anggota Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Wayan Supadmo menyambut baik keputusan pemerintah terkait pencabutan larangan ini. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya berdampak kepada petani sawit, namun juga seluruh masyarakat Indonesia.
“Berterimakasih punya pemimpin yang mau memahami secara waktu ke waktu permasalahan bangsa, baik itu ke konsumen migor (minyak goreng, red), karena kita juga malu kalau migor (minyak goreng -red) langka di negeri yang kaya raya banyak sawitnya, sebaliknya kita juga malu punya sawit banyak tidak laku. Jadi kita lihat multi aspek,” ungkapnya kepada VOA.
Para petani sawit, ujar Wayan, berharap setelah kekisruhan minyak goreng ini pemerintah harus melakukan kajian terlebih dahulu sebelum menetapkan sebuah kebijakan, agar jangan sampai, keputusan tersebut merugikan berbagai pihak.
BACA JUGA: Harga Buah Sawit Anjlok, Petani Menjerit
Selain itu, menurutnya permasalahan minyak goreng ini muncul sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang cenderung memihak pada pengusaha r ketimbang petani sehingga memunculkan kesenjangan sosial.
“Kurang pro (kepada petani sawit). Itu terlihat dari kebijakan seperti Undang-Undang (UU), peraturan pemerintah, ini terlihat. Saya selaku petani independen, ngomong apa adanya saja. Harusnya ini cerminan DPR, kepala negara dan para menteri, kenapa situasi menjadi genting karena perkara minyak goreng saja? Karena ada kecemburuan sosial," pungkasnya. [gi/ab]