Presiden Joko Widodo menginstruksikan semua kementerian dan lembaga untuk membantu mengatasi bencana banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya. Tidak hanya rencana evakuasi dan penyelamatan korban saja, pemerintah juga telah menyusun rencana jangka panjang agar bencana banjir ini tidak berdampak signifikan bagi kehidupan masyarakat.
Presiden Joko Widodo bersama kementerian dan lembaga terkait mengadakan rapat terbatas terkait bencana banjir yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya.
Usai ratas tersebut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimulyono mengatakan agar ke depan banjir di Jakarta tidak semakin parah, normalisasi sungai Ciliwung dan pelebaran sungai-sungai lainnya harus tetap dilanjutkan. Hal tersebut di atas, menurut Basuki, sebenarnya merupakan master plan pengendalian banjir Jakarta yang sudah ada sejak tahun 1973 yang dibuat Belanda dan telah dievaluasi oleh JICA (Badan Kerjasama Internasional Jepang) pada tahun 1997. Seiring berjalannya waktu, rencana tersebut terhambat oleh beberapa permasalahan, seperti pembebasan lahan.
“Yang sekarang kami lakukan adalah, skema-skema ini, debit-debit air di Ciliwung 570. Sebelum dinormalisasi, kapasitasnya sungai itu lebarnya sekitar 10 sampai 20 meter untuk menampung debit hanya 200 meter kubik per detik. Padahal debit banjir Ciliwung sampai 570 meter kubik perdetik, sehingga harus dibesarkan kapasitas tampung Kali Ciliwung termasuk kalau sudeten jadi mengalirkan 60 meter kubik per detik ke Banjir Kanal Timur sehingga beban di Manggarai atau di hilir menjadi lebih kecil,” jelas Basuki di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/1).
Ia menambahkan, Kementerian PUPR akan membangun dua bendungan di bagian Hulu yaitu bendungan Sukamahi dan Ciawi yang akan selesai pada tahun ini, dimana pembebasan lahannya sudah mencapai lebih dari 95 persen.
Sementara itu untuk pembuatan sudeten atau terowongan air bawah tanah untuk Kali Ciliwung sudah selesai sampai 600 meter dari 1,2 km dari yang direncanakan. Pemerintah pun sudah menyiapkan rusun di Pasar Rumput untuk keluarga yang terdampak oleh normalisasi kali Ciliwung ini.
Basuki pun sudah menyebarkan 287 pegawai kementeriannya di 180 titik banjir untuk melakukan survei penyebab banjir. Apalagi menurut ramalan cuaca yang disampaikan oleh BMKG puncak musim hujan akan terjadi dari 11 hingga 15 Januari.
BACA JUGA: Korban Banjir Bertambah: Sedikitnya 30 Meninggal, 62.453 Mengungsi“Tadi pagi jam 8 kami berangkatkan 287 pegawai PU, kami sebar sesuai dengan rekomendasi BMKG di 180 titik kebanjiran untuk mensurvei penyebab banjir. Apakah ada tanggul yang jebol, apakah ada drainase yang tersumbat atau apakah ada pompa yang rusak. Seperti kemarin Km 24 tol Jakarta-Cikampek kenapa banjir karena drainase tersumbat oleh kegiatan proyek. kami bongkar dan sekarang sudah selesai,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menginstruksikan daerah yang terkena bencana, khususnya banjir,menggunakan anggaran Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan atau SILPA terlebih dahulu untuk biaya penanggulangan banjir ini. Menurutnya dengan cara tersebut, bantuan kepada korban serta perbaikan pasca bencana akan lebih cepat dilakukan.
“Pemda juga bisa gunakan anggaran biaya tak terduga (BTT) yang sudah dianggarkan oleh pemda masing-masing. Atau keluarkan dana sisa SILPA, ada beberapa daerah yang SILPA-nya tinggi. Dari pengalaman di wilayah, 3 wilayah Jabar, DKI, dan Banten, memang kita lihat anggaran untuk biaya tidak terduga Jabar dan Banten relatif kecil. Untuk itu memang saya sarankan kepada pusat untuk membantu. Namun, dapat juga gunakan SILPA tersebut. Jabar dan DKI saya kira SILPA-nya cukup besar. SILPA bisa digunakan dalam keadaan status darurat. Ini juga bisa digunakan dengan cepat untuk membantu masyarakat yang terdampak,” ujar Tito.
Sementara itu, ia juga mengatakan bagi masyarakat yang kehilangan berbagai dokumen seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) , Akta Kelahiran, Kartu Keluarga (KK) akibat banjir ini, bisa mendatangi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) agar proses pembuatan yang baru bisa segera dilakukan.
BACA JUGA: Pemerintah Gratiskan Perbaikan Arsip Rusak Akibat Banjir“Mengenai masalah kependudukan, data kependudukan dan catatan sipil yang sifatnya vertikal. Ada jaringan dukcapil Kemendagri di provinsi, kabupaten dan kota. Ini saya sudah instruksikan dirjen untuk bantu masyarakat semaksimal mungkin agar masyarakat mudah atau mendapatkan kembali, atau dapat dikeluarkan data kependudukan seperti KTP, nuku nikah, akta kelahiran, secepatnya. Saya akan cek daerah yang kesiapan dukcapil ini agar masyarakat dimudahkan,” jelasnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo meminta Presiden Jokowi untuk mengeluarkan instruksi Presiden (Inpress) mengenai kewajiban bagi setiap daerah di Indonesia untuk selalu menyiapkan rencana darurat atau contingency plan persiapan menghadapi bencana. Menurutnya, contingency plan bisa meminimalisir jumlah korban dan kerusakan yang adaterjadi.
“Kemudian kami usulkan kepada Presiden , terkait Inpres kewajiban daerah untuk menyusun contingency plan karena hampir setiap tahun kita alami peristiwa rutin. Kemarau ada kekeringan dan kebakaran hutan, dan hujan kita alami banjir bandang dan tanah longsor. Berikan kerugian dan korban jiwa. Dengan inpres, seluruh komponen bisa ingatkan Pemda ambil langkah mulai kesiapsiagaan dan mitigasi,” ujar Doni.
BACA JUGA: Jokowi: Kebiasaan Buang Sampah Sembarangan Sebabkan BanjirDoni juga mengimbau kepada seluruh kepala daerah mengenai pentingnya penentuan status terkait bencana yang dialami. Dengan begitu, kata Doni akan memudahkan pihaknya dalam memberikan bantuan anggaran.
Doni juga meminta ketegasan dari pemimpin daerah untuk senantiasa mengingatkan masyarakat untuk tidak berada di daerah yang rawan resiko bencana. Apalagi daerah yang pernah mengalami bencana. Ia menyarankan evakuasi harus secepatnya dilakukan.
“Juga imbauan masyarakat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berisiko dampak banjir bandang harus dilakukan langkah-langkah evakuasi. Kami harap ketegasan pimpinan daerah sampai kepala desa atau lurah agar mampu ingatkan masyarakat untuk tidak berada di tempat berisiko, karena bisa saja hujan tidak terjadi di tempat mereka, namun di hulu. Sementara di tempat mereka tidak terjadi hujan. Tapi dalam waktu tak lama air bisa mengalir deras ke lokasi yang menjadi tempat hunian masyarakat terutama di daerah rendah,” kata Doni. [gi/ab]