Presiden Joko Widodo secara tegas meminta Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk tidak ragu menindak gerakan yang ingin memecah belah bangsa. Di hadapan para perwira dan prajurit TNI di markas TNI Angkatan Darat di Jakarta Senin (7/11), Presiden Jokowi juga meminta kepada TNI untuk tidak mentolerir segala bentuk provokasi dan politisasi.
"Sebagai Panglima Tertinggi TNI, saya telah memerintahkan agar tidak mentolerir gerakan yang ingin memecah belah bangsa, mengadu domba bangsa dengan provokasi dan politisasi. Jangan ragu bertindak untuk keutuhan NKRI kita," pesan Presiden Jokowi.
Presiden secara khusus mengucapkan terima kasih kepada segenap perwira dan prajurit TNI dalam mengamankan aksi unjuk rasa 4 November yang menuntut Presiden memberi perhatian serius dalam kasus dugaan peninstaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama.
"Saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras para perwira dan seluruh jajaran prajurit TNI dalam mengamankan aksi unjuk rasa tanggal 4 November 2016, hari Jumat yang lalu," tambah Jokowi.
Presiden meyakini bukan saja dirinya, tapi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke memberikan apresiasi atas soliditas kekompakan dan penggunaan cara-cara yang persuasif dalam menjaga keamanan Jakarta sehingga aksi unjuk rasa 4 November berlangsung damai.
Dalam kesempatan itu pula, Presiden meminta TNI dan institusi Polri tetap solid dalam menjaga persatuan Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan agama.
"Saya yakin, ketika TNI dan POLRI solid, kompak, bersatu, maka kita akan bisa mempersatukan Indonesia, mempersatukan ras yang berbeda-beda, mempersatukan suku yang berbeda-beda, mempersatukan agama yang berbeda-beda yang ada di negara kita, dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa kita. Jadilah perekat kemajemukan," tandas Jokowi.
Your browser doesn’t support HTML5
Polri Lakukan Gelar Perkara Terbuka
Sementara itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian pada Sabtu (5/11) menjelaskan, Presiden telah memerintahkan untuk Polri melakukan gelar perkara terbuka dalam kasus dugaan peninstaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama.
"Tadi Bapak Presiden menyampaikan agar gelar perkaranya dilakukan live terbuka. Dan gelar perkaranya ini memang tidak wajar kita lakukan live ya, tapi ini perintah exceptional dari bapak Presiden untuk membuka transparansi," ujar Tito Karnavian.
Kapolri menjelaskan, gelar perkara adalah tahap akhir suatu penyelidikan. Jika tidak terdapat pidana, maka kasusnya otomatis dihentikan penyelidikannya.
Gelar perkara inilah yang menurut Kapolri yang akan memutuskan apakah Basuki Tjahaja Purnama bersalah atau tidak dalam kasus dugaan penistaan agama.
"Kalau hasil kesimpulan dari gelar perkara terdapat tindak pidana, maka digulirkan proses penyidikan yang kemudian ditentukan tersangkanya. Dalam kasus ini, tentu penyidikan tersebut dapat mengarah pada tersangka terlapor saudara Basuki Tjahaja Purnama. Setelah itu, kita akan tuntaskan berkasnya dan segera kita ajukan ke kejaksaan untuk digulirkan ke pengadilan," jelas Kapolri. [aw/al]