Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya untuk memperketat pengawasan terhadap kemungkinan munculnya klaster baru penyebaran virus corona di tengah masyarakat. Hal ini seiring dengan kepulangan para TKI ke Indonesia beberapa waktu lalu.
Berdasarkan laporan yang telah diterimanya sebanyak 89.000 TKI pulang ke Tanah Air. Jumlah ini pun diprediksi akan bertambah pada bulan ini. Selain itu, menurutnya, pihak berwenang juga perlu mengawasi klaster Jemaah Tabligh Akbar di Gowa, Sulawesi Selatan, klaster industri dan juga klaster dari orang-orang yang masih nekat mudik. Mantan Walikota Solo ini tidak ingin ada gelombang kedua wabah COVID-19 di Indonesia.
“Ini perlu betul-betul dimonitor secara baik. Kita lihat bahwa pekerja migran Indonesia, laporan yang saya terima sudah 89.000 yang sudah kembali. Dan akan bertambah lagi kemungkinan 16.000. Ini betul-betul harus ditangani, dikawal secara baik di lapangan. Sehingga jangan sampai muncul gelombang kedua,” ujarnya dalam telekonferensi pers Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (4/5).
Ia juga mengatakan evaluasi terhadap kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di empat Provinsi dan 22 kabupaten/kota perlu dilakukan. Presiden Jokowi ingin, kebijakan ini dilakukan secara ketat dan efektif.
“Dan saya melihat beberapa Kabupaten dan Kota telah melewati tahap pertama dan akan masuk tahap kedua. Ini perlu evaluasi. Mana yang penerapannya terlalu over, terlalu kebablasan dan mana yang masih terlalu kendor. Evaluasi ini penting, sehingga kita bisa melakukan perbaikan-perbaikan di Kota, Kabupaten maupun Provinsi yang melakukan PSBB,” jelasnya.
Kepala daerah, sebagai kepala Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 di daerah masing-masing juga harus memiliki target terkait pelacakan kasus dantes deteksi melalui metode PCR. Ia menilai isolasi terhadap orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) masih belum dilakukan dengan baik.
Your browser doesn’t support HTML5
“Kemudian apakah isolasi yang ketat juga dilakukan? Karena saya melihat sudah positif aja masih bisa lari dari rumah sakit, yang PDP masih beraktivitas kesana kemari,” imbuhnya.
Doni Monardo Klaim Laju Kasus Baru COVID-19 di Tanah Air Turun 11 Persen
Ketua Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan telah terjadi tren penurunan kasus baru virus corona.
“Selanjutnya kami jelaskan bahwa laju kasus baru mengalami penurunan sampai 11 persen. Tetapi hal ini bukan berarti kita menjadi lengah. Karena kehadiran sejumlah PMI yang berpotensi menjadi bagian dari penularan. Termasuk juga jamaah tabligh, klaster Gowa, dan beberapa tempat industri yang telah menjadi episentrum, dan pemudik yang lolos dari pemeriksaan aparat. Ini berpotensi meningkatnya kasus kembali,” ujar Doni. PMI atau Pekerja Migran Indonesia adalah istilah yang kini digunakan untuk menggantikan TKI.
Meski ada tren penurunan kasus, Doni mengakui butuh waktu yang lama untuk bisa kembali ke kehidupan normal, karena belum ditemukannya vaksin. Bahkan menurutnya, akan ada gaya kehidupan yang baru setelah masa pandemi ini benar-benar berakhir.
“Kapan waktu PSBB berakhir? Menko Ekonomi telah ingatkan, sebelum ada vaksin maka kita belum aman dari COVID. Sehingga otomatis kondisi kita untuk bisa pulih secara semula membutuhkan waktu yang sangat lama. Kalau toh kita normal yaitu dengan gaya baru, tetap gunakan masker,” jelasnya.
Tambahnya, target pemerintah untuk melakukan tes deteksi virus Corona sebanyak 10.000 per hari belum terlaksana. Doni mengatakan, sampai saat ini setiap harinya laboratorium yang ada hanya mampu memeriksa sebanyak 6.000-7.000 sampel arena kekurangan sumber daya manusia (SDM).
BACA JUGA: Kekurangan Reagen, Sejumlah Laboratorium Tidak Bisa Tes Covid-19“Faktornya bukan reagen. Karena jumlahnya kita sudah punya ratusan ribu. Jadi total sudah satu juta reagen VTM dan ekstraksi RNA yang sudah ada. Tetapi petugas laboratorium kita jumlahnya terbatas. Sehari diharapkan bisa kerja 24 jam, namun hanya mampu delapan jam saja. Ini kalau ditingkatkan SDM laboratorium dibantu IDI daerah, kita harapkan bisa 16 jam. Kalau sudah bisa 16 jam, bisa di atas 12 ribu. Karena reagen tersedia dan komponen untuk mendukung swab juga tersedia,” jelas Doni.
Pihaknya juga akan mengevaluasi keterbukaan dan transparansi data yang di dorong oleh semua pihak. Tidak sedikit kalangan yang menginginkan pemerintah membuka data angka kematian ODP dan PDP yang telah meninggal walaupun belum terkonfirmasi positif COVID-19.
BACA JUGA: Angka Pemakaman di Jakarta Indikasikan Korban Meninggal Covid-19 Lebih Tinggi“Kemudian menyangkut keterbukaan data. Data-data yang sudah masuk ke gugus tugas, sudah terintegrasi. Sembilan puluh persen. Adapun kasus meninggal ODP, PDP memang belum secara resmi dilaporkan, namun mungkin saja akan ada evaluasi dari Kemenkes dan gugus tugas,” tegasnya.
Kasus Corona di Indonesia Capai 11.587
Juru bicara penanganan kasus virus Corona Dr Achmad Yurianto, pada Senin (4/5) melaporkan jumlah kasus Corona di Indonesia menjadi 11.587 setelah ada penambahan 395 kasus baru.
Pada hari ini tercatat ada 78 pasien yang sudah diperbolehkan pulang, sehingga total pasien yang telah pulih sampai detik ini mencapai 1.954 orang.
Apabila melihat sebaran kasus sembuh dari 34 Provinsi di Tanah Air, DKI Jakarta menjadi wilayah dengan sebaran pasien sembuh terbanyak yakni 632, disusul Sulawesi Selatan 199, Jawa Timur sebanyak 178, Jawa Barat 159, Bali 159 dan wilayah lain di Indonesia. Sayangnya, angka kematian masih terus bergerak naik. Sebanyak 19 orang meninggal dunia pada Senin sehingga total penderita yang meninggal pun menjadi 864.
Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) menjadi 238.178 dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi 24.020. [gi/ab]