Presiden Joko Widodo mengatakan lonjakan kasus baru virus corona di Provinsi Riau karena pemda lengah dalam menangani pandemi dan masyarakat mengabaikan protokol kesehatan. Jokowi pun mengimbau seluruh jajaran pemda untuk segera penyebaran wabah virus ini sebelum naik lebih tinggi lagi.
“Coba kita lihat kasus aktif di Riau, bulan Februari (2020) kita lihat masih rendah. September tertinggi, sudah turun sebetulnya sampai ke angka 1.071 di Februari (2021). Ini ada kelengahan pasti, begitu Maret naik 1.302 ,langsung April naik menjadi 4.865 meskipun sekarang turun sedikit tapi masih di posisi yang tinggi,” ungkap Jokowi ketika memberikan pengarahan kepada Forkopimda, di Gedung Daerah Provinsi Kepulauan Riau, Kota Tanjungpinang, Rabu (19/5).
Mantan gubernur DKI Jakarta ini juga menyoroti angka kesembuhan pasien COVID-19 di provinsi itu yang masih di bawah rata-rata nasional. Jokowi menginstruksikan pemda untuk segera melengkapi sarana dan prasarana sistem kesehatannya agar tidak terlambat dalam menangani pasien COVID-19 sehingga angka kematian bisa ditekan. Ia mengatakan angka kematian di beberapa kabupaten/kota provinsi ini masih cukup tinggi, seperti contohnya di kabupaten Indragiri Hilir sebesar 5,23 persen dan Rokan Hulu yang mencapai 4,5 persen.
Kenaikan kasus aktif, kata Jokowi, berakibat kepada tingginya tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di ruang isolasi dan ICU bagi pasien COVID-19 di Riau yang mencapai angka 47 persen. Angka ini merupakan nomor tertinggi kedua setelah Sumatera Utara yang BOR-nya mencapai 55 persen pada saat ini. Presiden ingin, agar pemda selalu sigap dalam menangani pasien COVID-19 untuk secepat mungkin mendapatkan perawatan.
“Artinya yang masuk RS harus disegerakan untuk sembuh supaya bed-nya kosong, supaya keterisian RS bisa kosong. Sembuhkan secepatnya. Perintahkan, Pak bupati, wali kota, ke RSUD yang ada. Kurangnya apa? Obatnya komplet atau masih kurang?" jelasnya.
BACA JUGA: Bersiap Hadapi Potensi Lonjakan Kasus COVID-19 Pasca LebaranJokowi juga menyoroti angka BOR di Dumai dan Indragiri yang masing-masing mencapai 84 persen dan 93 persen, jauh di atas rata-rata BOR Provinsi Riau.
Dengan tingginya jumlah kasus COVID-19, Jokowi mengingatkan pemda untuk mengoptimalkan pelacakan kasus positif dengan meningkatkan uji usap (swab) PCR sesuai dengan standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), yakni satu per 1.000 orang per minggu.
COVID-19 Selesai, Ekonomi Tumbuh
Dalam kesempatan itu, Jokowi menjelaskan bahwa penanganan pandemi COVID-19 secara maksimal merupakan kunci kebangkitan perekonomian Tanah Air. Menurutnya, selama keadaan pandemi memburuk, tidak mungkin ekonomi bisa pulih.
“Gak mungkin ekonomi naik kalau COVID-nya tidak beres. COVID-nya beres, orang merasa confident, percaya diri untuk konsumsi, melakukan permintaan, demand, itu yang menyebabkan ekonomi menjadi baik. COVID-nya diselesaikan dulu, otomatis nanti pertumbuhan ekonomi akan naik,” kata Jokowi.
Ia mengingatkan ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok dari 5 persen menjadi 2,97 persen pada kuartal-I 2020 ketika COVID-19 pertama kali muncul di Wuhan, China, padahal saat itu virus COVID-19 belum masuk ke Indonesia. Penurunan perekonomian Indonesia berlanjut pada kuartal-II 2020 menjadi minus 5,32 persen karena mobilitas masyarakat turun secara drastis. Masyarakat juga tidak percaya diri dalam melakukan konsumsi, sehingga otomatis permintaan pun nyaris terhenti.
Perlahan, tapi pasti, perekonomian Indonesia kata Jokowi berangsur pulih dimana pada kuartal-I 2021 minusnya berkurang menjadi minus 0,74 persen. Ia yakin perekonomian akan lebih baik lagi apabila semua pihak bisa bekerja sama menangani pandemi COVID-19 secara maksimal.
Karantina Mandiri
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan bahwa masyarakat mempunyai andil yang cukup besar dalam upaya menekan laju penyebaran COVID-19 pasca libur lebaran, yaitu dengan melakukan karantian mandiri selama lima hari saat kembali dari kampung.
Wiku menegaskan karantina mandiri harus dilakukan oleh orang-orang yang sehat dan tidak bergejala, tetapi memiliki Riwayat kontak erat dengan kasus positif atau baru saja melakukan aktivitas yang berisiko tinggi, misalnya, mobilitas yang tinggi saat pandemi.
Mengutip studi yang dilakukan oleh Kucarksky at pada 2020, berdasarkan BBC Pandemic Data, Wiku menjelaskan efek dari isolasi mandiri sekaligus karantina satu rumah akan menurunkan peluang penularan COVID-19 di masyarakat 37 persen. Apabila isolasi mandiri dan karantina satu rumah dilakukan bersamaan dengan pelacakan yang maksimal, bisa menurunkan peluang perebakan wabah virus corona sebesar 64 persen.
“Dari sini kita dapat belajar, hanya beberapa jenis pencegahan ini saja dapat memberikan dampak yang besar untuk menurunkan peluang penularan. Bayangkan jika kita melakukan upaya pencegahan lain seperti mencegah kerumunan,” ujar Wiku dalam telekonferensi pers, di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (20/5).
Lebih lanjut, Wiku mengatakan bahwa dampak dari liburan panjang akan terlihat dua sampai tiga minggu ke depan. Maka dari itu, ia mengingatkan pemda setempat khususnya di wilayah atau zonasi risiko tinggi dan sedang untuk terus meningkatkan penanganan pandemi dalam beberapa minggu ke depan.
“Upayakan semaksimal mungkin kualitas dan kuantitas pelayanan kesahatan. Perketat kembali pengawasan terhadap kepatuhan protokol kesehatan, serta maksimalkan screening dan testing, terutama pada warga yang baru pulang bepergian,” pungkasnya. [gi/ft]