Jokowi Tegaskan Indonesia Siap Jadi Jembatan Perdamaian Ukraina-Rusia

Bertemu dengan Presiden Ukraina Zelenskyy, Jokowi menyatakan Indonesia siap menjadi jembatan perdamaian antara Ukraina dan Rusia. (Foto: Biro Setpres)

Presiden Joko Widodo kembali menegaskan Indonesia siap menjadi jembatan perdamaian Ukraina dan Rusia. Jokowi mengatakan dirinya turut berduka cita atas korban yang terus berjatuhan dalam perang itu. Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Hiroshima, Jepang, Minggu (21/5).

“Presiden Zelenskyy, saya ikuti terus perkembangan situasi di Ukraina. Turut berduka atas korban yang terus berjatuhan,” ujar Presiden Jokowi dalam pengantarnya.

Bertemu dengan Presiden Ukraina Zelenskyy, Jokowi menyatakan Indonesia siap menjadi jembatan perdamaian antara Ukraina dan Rusia. (Foto: Biro Setpres)

Menanggapi hal tersebut, Zelenskyy menyampaikan apresiasi peran Indonesia untuk mengupayakan perdamaian di Ukraina. Ia mengatakan dirinya masih ingat bahwa Jokowi merupakan salah satu dari pemimpin negara yang pertama berkunjung ke Kyiv di tengah situasi sulit yang dihadapi Ukraina.

"Saya ingat kedatangan Yang Mulia termasuk yang pertama ke Ukraina. Terima kasih, dan kami akan selalu ingat," ucap Zelenskyy.

Dalam pertemuan kedua pemimpin ini juga membahas tentang bantuan kemanusiaan. Indonesia, kata Jokowi, telah berkomitmen untuk berkontribusi dalam perbaikan salah satu rumah sakit di Ukraina.

Sebelumnya, Jokowi pernah melakukan lawatan ke Ukraina dan Rusia pada Juni-Juli 2022. Saat bertemu dengan Zelenskyy dan juga Presiden Rusia Vladimir Putin saat itu, Jokowi juga menyampaikan kesiapan Indonesia untuk menjadi jembatan komunikasi antara kedua negara. Namun belum ada tindak lanjut atas niat baik Indonesia tersebut hingga kini.

BACA JUGA: Jokowi Akui Sulitnya Buka Ruang Dialog Antara Zelenskyy dan Putin

Serukan Perdamaian

Masalah keprihatinan mengenai peperangan tersebut kembali diungkapkan Jokowi saat pertemuan dengan para pemimpin G7. Ia mengajak semua pemimpin negara untuk berani melakukan sebuah revolusi besar guna menghentikan serta menghindari perang dan menciptakan perdamaian karena pada akhirnya perang hanya akan mengorbankan rakyat.

“Sebagai pemimpin kita harus punya keberanian dan kemauan melakukan revolusi besar untuk bawa perubahan dan perbaikan agar perang dapat dihentikan,” ungkap Jokowi.

Dalam kesempatan ini, Jokowi menyebut bahwa semua pihak menginginkan dunia yang damai, stabil dan sejahtera. Namun, justru faktanya keadaan saat ini tidak mencerminkan hal tersebut.

"Distrust makin tebal, rivalitas makin meruncing, perang dan konflik masih terjadi di mana-mana,” imbuhnya.

Dalam KTT G7 Presiden Jokowi ajak semua pemimpin dunia untuk segera menghentikan perang karena sudah banyak korban berjatuhan. (Foto: Biro Setpres)

Jokowi menilai sejauh ini, berbagai upaya bersama yang dilakukan guna menyelesaikan perang belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal, tersebut, katanya dapat memperparah berbagai krisis dunia yang juga semakin mengkhawatirkan.

Maka dari itu, Jokowi menegaskan bahwa perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran adalah tanggung jawab dan tujuan bersama. Ia, mengajak para pemimpin dunia untuk melakukan perubahan.
"Mari bersama lakukan perubahan," tegasnya.

Pertemuan Bilateral dengan Korsel, Prancis, dan Uni Eropa

Selain dengan Ukraina, Presiden juga mengadakan beberapa pertemuan bilateral dengan berbagai pemimpin negara, yaitu dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron, Presiden Republik Korea Yoon Suk Yeol serta dengan Presiden Komisi Uni Eropa (EU) Ursula von der Leyen.

Berbagai hal dibahas antarpemimpin negara tersebut, terutama dalam bidang ekonomi.

Presiden bertemu dengan Presiden Komisi Uni Eropa, Jokowi berharap negosiasi Indonesia-EU CEPA rampung tahun depan. (Foto: Biro Setpres)

Dengan Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen, Jokowi menyampaikan harapannya agar negosiasi terkait Indonesia-European Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dapat segera diselesaikan paling lambat tahun depan. Dalam kesempatan ini, keduanya juga membahas terkait regulasi deforestasi Uni Eropa.

Jokowi menegaskan, sedari awal Indonesia telah menyempaikan keberatannya atas regulasi tersebut. Menurutnya, regulasi ini dapat menghambat perdagangan dan merugikan petani kecil di Indonesia.

“Proses benchmarking dengan cut of date 2020 harus betul-betul terbuka dan objektif. Sebagai informasi, laju deforestasi Indonesia 2019-2022 telah turun 75 persen menjadi 115 ribu hektare. Ini laju terendah sejak 1990 dan terus mengalami penurunan,” kata Jokowi.

BACA JUGA: Pemerintah Minta Importir Tak Boikot Minyak Sawit Indonesia 

Sedangkan dengan Presiden Republik Korea, para pemimpin negara membicarakan kerja sama perdagangan antarkedua negara melalui IK-CEPA yang harus dilaksanakan semaksimal mungkin, termasuk di dalamnya dukungan atas 18 proposal proyek yang telah diajukan oleh Indonesia.

Selain itu, dalam bidang investasi, Jokowi meminta dukungan Presiden Yoon terhadap realisasi komitmen investasi sejumlah perusahaan Korea Selatan di Indonesia.

Sementara itu, dengan Presiden Macron, kedua pemimpin negara membahas beberapa hal penting, yakni mulai dari keanggotaan Indonesia di Financial Action Task Force (FATF) hingga pertahanan.

Presiden Jokowi dan Presiden Prancis Emmanuel Macron membahas berbagai kerja sama ekonomi hingga pertahanan. (Foto: Biro Setpres)

Kedua, Jokowi meminta dukungan Presiden Macron agar Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership (IUE-CEPA) dapat selesai tahun depan.

Ketiga, keduanya membahas investasi di sektor strategis. Jokowi pun menyambut baik keikutsertaan perusahaan Perancis dalam proyek hilirisasi Indonesia dan bantuan Prancis melalui Agence Francaise de Developpement (AFD) sebesar 500 juta euro dan Just Energy Transition Patnership.

Keempat, dalam bidang pertahanan dan alat utama sistem senjata (alutsista), Jokowi menyambut baik rencana joint venture PT Len Industri dsn Thales. [gi/ah]