Presiden Joko Widodo mengingatkan seluruh jajarannya untuk tetap mewaspadai berbagai varian baru virus COVID-19 yang muncul seiring dengan tingkat penularan yang terus terjadi. Varian terbaru, varian Mu atau varian B1621 ,yang pertama kali ditemukan di Kolombia kini telah menyebar di 43 negara dan disebut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masuk ke dalam kategori variant of interest (VOI) atau varian yang sedang dimonitor ketat. Pemerintah, katanya, bersiaga agar varian Mu tidak masuk ke Indonesia.
“Saya juga ingin perhatian kita semuanya yang berkaitan dengan perhubungan, mungkin Pak Menteri Perhubungan yang berkaitan dengan varian baru, varian Mu. Ini agar betul-betul kita lebih waspada dan detil jangan sampai ini merusak capaian yang sudah kita lakukan,” ungkap Jokowi dalam Rapat Terbatas di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/9).
Your browser doesn’t support HTML5
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa virus COVID-19 tidak akan mungkin hilang total. Maka dari itu, yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mengendalikan perebakan wabah virus tersebut agar jangan sampai memperburuk situasi pandemi di kemudian hari.
Jokowi menjelaskan berbagai perbaikan situasi pandemi yang telah dicapai sampai detik ini, di antaranya tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) bagi pasien COVID-19 di rumah sakit secara nasional sudah mencapai 21 persen, kemudian kasus aktif corona yang saat ini sudah berada di level 150 ribu, dari semula 500 ribuan. Jika penanganan pandemi konsisten dilakukan dengan baik di seluruh daerah, ia yakin pada akhir September nanti kasus aktif bisa berada di bawah 100 ribu.
Kabar baik ini, ujar Jokowi, jangan menimbulkan euphoria atau kesenangan yang berlebihan, karena berbagai varian baru virus corona masih mengintai kehidupan masyarakat. Sekali saja lengah, ujarnya, maka kondisi puncak kasus yang terjadi pada Juni dan Juli 2021 bisa terjadi kembali.
“Berita-berita ini dulu penting, tapi sekarang jangan sampai informasi seperti ini, disalah mengertikan bahwa sudah boleh ini, sudah boleh itu, ini yang berbahaya. Oleh sebab itu saya minta rapat evaluasi mengenai daerah-daerah mana yang naik, daerah mana yang turun. Penting sekali sehingga perlu kita segera sikapi agar angka-angka yang terus menurun ini bisa kita tekan terus terutama kasus aktif,” tuturnya.
Apakah Varian Mu lebih Ganas dari Varian Delta?
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan varian Mu pertama kali ditemukan di Kolombia pada Januari 2021. Varian tersebut ditetapkan oleh WHO sebagai variant of interest (VOI) pada 30 Agustus 2021 karena varian ini mengalami perubahan dalam susunan genetiknya yang diprediksi dapat mempengaruhi karateristik virus. Meski begitu, menurutnya, masih diperlukan penelitian lebih mendalam untuk membuktikan apakah varian Mu ini lebih ganas dari varian Delta atau tidak.
“Dengan demikian indikasi karakteristik Mu seperti lebih ganas dibandingkan Delta atau dapat menghindari kekebalan tubuh masih merupakan perkiraan, dan masih terus diteliti lebih dalam,” ungkap Wiku ketika menjawab pertanyaan VOA dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (7/9).
Ia pun memastikan, berdasarkan data whole genom sequencing (WGS) per 6 September 2021 varian Mu belum ditemukan di Indonesia. Guna mencegah masuknya berbagai varian baru tersebut ke tanah air, pemerintah senantiasa melakukan berbagai pengetatan salah satunya dengan mewajibkan karantina bagi pelaku perjalanan internasional, selain uji pada saat kedatangan dan kepergian, serta persyaratan vaksinasi COVID-19.
“Pemerintah juga berusaha mencegah munculnya varian baru di dalam negeri melalui strategi vaksinasi serta berbagai kebijakan menyeluruh yang mampu menekan angka kasus. Tentunya hal ini hanya dapat berhasil jika dibarengi dengan peran aktif masyarakat yang tetap mempertahankan disiplin 3M dan divaksinasi,” tuturnya.
Varian Baru Berpotensi Menimbulkan Gelombang 3
Ahli Epidemiologi Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengungkapkan potensi terjadinya gelombang ketiga COVID-19 di Indonesia cukup besar. Hal ini dikarenakan, kurva pandemi khususnya di luar Jawa dan Bali masih belum mendatar. Selain itu, strategi penanganan pandemi yang kuat masih belum merata di seluruh Indonesia. Hal ini, katanya, diperparah dengan munculnya varian baru, seperti Mu katanya bisa memperburuk kondisi pandemi di Indonesia.
“Di tambah kehadiran varian-varian baru Mu, itu juga berpotensi menimbulkan perburukan situasi pandemi di suatu negara seperti Indonesia dan menimbulkan gelombang tiga. Tapi varian delta tetap masih mendominasi karena penyebaran varian delta belum selesai. Mayoritas penduduk kita masih belum memiliki imunitas karena tingkat vaksinasi kita masih rendah , belum 50 persen, masih jauh. Jadi akan banyak, dan akan berkontribusi varian-varian baru ini dalam perburukan situasi pandemi di Indonesia,” ungkapnya kepada VOA.
Maka dari itu, ujar Dicky, dalam merespon banyaknya varian baru, dan potensi munculnya varian-varian baru di masa yang akan datang, pemerintah harus menguatkanstrategi penanganan pandemi COVID-19 seperti 3T (testing, tracing dan treatment), penerapan protokol kesehatan 5M secara disiplin dan perluasan serta percepatan vaksinasi COVID-19. [gi/ab]