WHO: Jumlah Kematian akibat Malaria Turun 30 Persen

WHO mengatakan, tanda-tanda lain dari perkembangan kekebalan terhadap obat malaria telah muncul di perbatasan Thailand dan Burma serta di Vietnam (foto: dok)

WHO melaporkan malaria membunuh sekitar 660 ribu orang di seluruh dunia pertahun. Berita yang agak membesarkan hati adalah jumlah kematian itu telah menurun 30 persen selama 10 tahun terakhir, karena kemajuan dalam pencegahan dan pengobatan.
Organisasi kemanusiaan “Doctors Without Borders” membagi-bagikan obat-obat terbaru di klinik-klinik di Mali. Di sebagian daerah, tingkat infeksi turun 65 persen hanya dalam satu minggu. Seorang ibu mengatakan, dia melihat perubahan yang drastis dalam kesehatan ketiga anaknya. Menurutnya, anak-anaknya di masa lalu acapkali demam, tetapi dengan obat-obatan baru itu, kini, kesehatan mereka jauh membaik.

WHO prihatin tidak ada cukup dana untuk terus membiayai program pengobatan semacam ini. Pada tahun 2011, para donor internasional menyumbangkan lebih dari dua milyar dolar untuk memberantas malaria, dan jumlah itu, menurut WHO, kurang dari separuh dari yang mereka perlukan untuk menjalankan program tersebut.

Sebagian dari dana itu digunakan untuk menyediakan peralatan efektif untuk membasmi malaria, kata Sir Brian Greenwood, pakar penyakit tropis di perguruan tinggi “London School of Hygiene and Tropical Medicine” di Inggris. Salah satu alat itu adalah kelambu yang telah digunakan orang selama ratusan tahun, dan kemajuan baru yang dicapai adalah mencelup kelambu dengan bahan-bahan insektisida atau racun serangga. Kelambu dan produk insektisida itu melindungi orang dari gigitan nyamuk.

Malaria disebabkan oleh organisme kecil yang dibawa oleh nyamuk. Setelah berlangsung beberapa lama, parasit malaria tadi bisa mengembangkan kekebalan terhadap sejumlah obat anti-malaria.

Profesor Greenwood mengutarakan, dia telah melihat fenomena ini di Kambodia, dan memperkirakan, ini terjadi juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di Afrika, menurut Greenwood, hal ini belum terjadi, tetapi bila nyamuk-nyamuk di Afrika menjadi kebal terhadap obat anti-malaria, maka sistem pengobatan yang sedang dijalankan akan gagal lagi, seperti halnya yang telah terjadi dengan penggunaan chloroquin.

Para peneliti menekankan pentingnya para donor terus mengalirkan dana bagi pengobatan penyakit malaria ini, karena saat ini, belum ada obat yang dapat mencegah penularan penyakit itu. Penelitian ini diterbitkan dalam bulletin Journal of Neuroscience.