Setidaknya 22 orang, termasuk tiga biksu Buddha, ditembak mati dari jarak dekat di Myanmar tengah pada pekan lalu. Fakta tersebut terkuak berdasarkan laporan post-mortem seorang dokter. Pihak oposisi junta militer menyebut tragedi tersebut sebagai pembantaian warga sipil yang dilakukan tentara.
Seorang juru bicara junta Myanmar mengatakan pasukannya terlibat dalam bentrokan dengan pejuang pemberontak di wilayah Pinlaung di negara bagian Shan selatan. Namun ia mengaku bentrokan tersebut tidak melukai warga sipil. Junta sendiri telah berkuasa selama dua tahun terakhir setelah melakukan kudeta dua untuk menggulingkan pemerintah terpilih.
Juru bicara junta Zaw Min Tun mengatakan dalam sebuah pernyataan, Pasukan Pertahanan Kewarganegaraan Karenni (KNDF) dan kelompok pemberontak lainnya memasuki Desa Nan Neint setelah aparat militer tiba untuk mengamankan milisi rakyat setempat.
Biksu-biksu Myanmar di tengah perayaan konferensi nasional di Yangon, Myanmar 27 Mei 2017. (Foto: Reuters)
"Ketika kelompok teroris melepaskan tembakan keras... beberapa penduduk desa tewas dan terluka," katanya.
Dia tidak menanggapi beberapa panggilan Reuters untuk meminta penjelasan lebih lanjut.
Reuters tidak dapat memverifikasi klaim tersebut secara independen.
Seorang juru bicara KNDF mengatakan tentaranya memasuki Nan Neint pada Minggu (12/3) dan menemukan mayat berserakan di sebuah biara Buddha.
Video dan foto KNDF dan kelompok lain, Karenni Revolution Union (KRU), menunjukkan adanya luka tembak di badan dan kepala mayat serta lubang peluru di dinding biara. Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi keaslian materi tersebut.
Seorang biksu Buddha menerima sedekah dari seorang umat saat mereka mengumpulkan sedekah pagi pada Kamis, 14 April 2022, di Yangon, Myanmar. (Foto: AP)
Sebuah laporan post-mortem oleh Dr. Ye Zaw, yang merupakan bagian dari Pemerintah Persatuan Nasional, sebuah administrasi sipil di pengasingan yang dibentuk sejak kudeta, mengatakan bahwa senjata otomatis kemungkinan besar digunakan dari jarak dekat untuk membunuh 22 orang, termasuk tiga biksu berjubah warna kunyit.
"Karena tidak ada seragam militer, peralatan, dan amunisi yang ditemukan di sisa jenazah, terbukti bahwa mereka adalah warga sipil," menurut laporan yang salinannya dibaca Reuters.
"Karena semua mayat ditemukan di dalam kompleks Biara Nan Nein, terbukti bahwa ini adalah pembantaian,” jelasnya.
Pertempuran telah berkecamuk di daerah itu setidaknya selama dua minggu. Sekitar 100 bangunan dibakar di dalam dan sekitar lokasi dugaan pembantaian di Nan Neint, menurut laporan media lokal, pasukan perlawanan dan gambar satelit yang diverifikasi oleh Myanmar Witness, sebuah organisasi yang mendokumentasikan pelanggaran HAM.
BACA JUGA: Aktivis Desak Dewan Keamanan PBB untuk Merujuk Myanmar ke Mahkamah Pidana Internasional
Gerakan perlawanan, beberapa bersenjata, telah muncul di seluruh negeri, yang dilawan oleh militer dengan kekuatan mematikan dan diberi label "teroris.” Beberapa pasukan militer etnis juga memihak junta.
Aung Myo Min, Menteri Hak Asasi Manusia di Pemerintah Persatuan Nasional, mengatakan junta telah meningkatkan skala operasi tempur dan menyerang kelompok warga sipil tak bersenjata dalam setidaknya empat kejadian dalam dua minggu terakhir.
"Jelas terbukti bahwa strategi junta adalah menargetkan warga sipil, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya kepada wartawan dalam konferensi media online.
Junta membantah menargetkan warga sipil, mengatakan pasukannya hanya membalasa serangan yang dilakukan kelompok "teroris."
Sedikitnya 3.137 orang tewas dalam penumpasan militer sejak kudeta, menurut Asosiasi Bantuan nirlaba untuk Tahanan Politik (Assistance Association for Political Prisoners/AAPP).
PBB menuduh militer Myanmar melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. [ah/ft]