Kerusakan lingkungan perairan dan produksi ikan yang menurun mendorong kampanye konservasi 12 kawasan perlindungan laut dan kawasan perairan di Indonesia.
JAKARTA —
Organisasi konservasi internasional yang berpusat di Amerika Serikat, RARE, meluncurkan kempanye konservasi 12 kawasan perlindungan laut dan kawasan perairan daerah di seluruh Indonesia yang berlangsung di Jakarta, Rabu (5/6).
Kampanye tersebut merupakan lanjutan kegiatan konservasi serupa yang sudah dilakukan di berbagai daerah, dan kali ini fokus pada upaya menjaga kehidupan ikan serta keutuhan karang laut untuk lingkungan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Dari 12 daerah konservasi diantaranya berada di Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Dalam paparannya, Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Toni Ruchimat mengatakan untuk mengubah perilaku masyarakat daerah agar lebih mencintai lingkungannya termasuk kawasan perairan, butuh contoh dari para pejabat setempat.
“Salah satu yang menjadi persoalan terbesar pada kita adalah bagaimana menyadarkan masyarakat, konservasi ini sasaran kita bukan hanya masyarakat tetapi bagaimana dari pimpinan tertinggi di daerah, DPRD, pegawai-pegawai pemerintah dan tentunya untuk masyarakat. Pengelolaan konservasi bukan hanya pemerintah saja tetapi semua lapisan,” ujarnya.
Menurut Kepala Sub-Direktorat Lahan Basah Kementerian Kehutanan, Cherry Yunia, masih banyak kendala dari pemerintah daerah terkait perlindungan kawasan perairan.
“Apakah pemerintah daerah sudah siap memfasilitasi kegiatan konservasi? Sejak otonomi daerah, kerusakan hutan mencapai 400 persen, itu fakta. Degradasi lingkungan sejak otonomi daerah itu semakin cepat, itu menunjukkan bahwa otonomi daerah belum serius,” ujarnya.
Cherry Yunia menambahkan, sudah saatnya kegiatan-kegiatan upaya perbaikan lingkungan tidak bertujuan mencari keuntungan.
“Setiap kegiatan itu jangan project oriented, bagaimana masyarakat di daerah diubah mindset-nya, harus punya tools untuk mengamati itu, kemudian ada baseline data bahwa memang dengan program ini cukup signifikan,” tambahnya.
Wakil Ketua RARE, Taufiq Alimi kepada VOA menjelaskan kampanye dilakukan karena produksi ikan semakin menurun dan kondisi karang laut semakin rusak.
“Ikan kita menurun, landing di Muara Angke kapal yang bisa berlayar selama tiga sampai lima hari itu dulu bisa 1 ton, sekarang 700 kilogram itu sudah bagus,” ujarnya.
“Kami khawatir dan prihatin itu akan berisiko kalau pendaptan masyarakat terus menurun, kami sebagai lembaga konservasi juga melihat bahwa ada juga kerusakan karang yang terus menerus karena bom, potassium, ditarik oleh troll, macam-macam sebabnya. Ikannya menurun, karangnya menurun, jadi ini kita menuju kehancuran”
Taufiq menambahkan, dalam implementasi kegiatan, RARE melakukannya dengan cara mendidik dan memberdayakan masyarakat setempat agar mengubah cara berpikir tentang kawasan perairan dikaitkan dengan mata pencaharian.
Menurutnya, masyarakat harus sadar bahwa dengan memperlakukan kawasan perairan secara baik, perekonomian masyarakat setempat juga akan baik bahkan meningkat. Ia menegaskan upaya tersebut sudah berhasil terwujud di beberapa daerah.
“Ini semua terjadi karena masyarakat berubah perilakunya dari merusak menjadi tidak merusak, dari memancing sembarangan menjadi memancing pakai aturan,” ujarnya.
Kampanye tersebut merupakan lanjutan kegiatan konservasi serupa yang sudah dilakukan di berbagai daerah, dan kali ini fokus pada upaya menjaga kehidupan ikan serta keutuhan karang laut untuk lingkungan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Dari 12 daerah konservasi diantaranya berada di Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Dalam paparannya, Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Toni Ruchimat mengatakan untuk mengubah perilaku masyarakat daerah agar lebih mencintai lingkungannya termasuk kawasan perairan, butuh contoh dari para pejabat setempat.
“Salah satu yang menjadi persoalan terbesar pada kita adalah bagaimana menyadarkan masyarakat, konservasi ini sasaran kita bukan hanya masyarakat tetapi bagaimana dari pimpinan tertinggi di daerah, DPRD, pegawai-pegawai pemerintah dan tentunya untuk masyarakat. Pengelolaan konservasi bukan hanya pemerintah saja tetapi semua lapisan,” ujarnya.
Menurut Kepala Sub-Direktorat Lahan Basah Kementerian Kehutanan, Cherry Yunia, masih banyak kendala dari pemerintah daerah terkait perlindungan kawasan perairan.
“Apakah pemerintah daerah sudah siap memfasilitasi kegiatan konservasi? Sejak otonomi daerah, kerusakan hutan mencapai 400 persen, itu fakta. Degradasi lingkungan sejak otonomi daerah itu semakin cepat, itu menunjukkan bahwa otonomi daerah belum serius,” ujarnya.
Cherry Yunia menambahkan, sudah saatnya kegiatan-kegiatan upaya perbaikan lingkungan tidak bertujuan mencari keuntungan.
“Setiap kegiatan itu jangan project oriented, bagaimana masyarakat di daerah diubah mindset-nya, harus punya tools untuk mengamati itu, kemudian ada baseline data bahwa memang dengan program ini cukup signifikan,” tambahnya.
Wakil Ketua RARE, Taufiq Alimi kepada VOA menjelaskan kampanye dilakukan karena produksi ikan semakin menurun dan kondisi karang laut semakin rusak.
“Ikan kita menurun, landing di Muara Angke kapal yang bisa berlayar selama tiga sampai lima hari itu dulu bisa 1 ton, sekarang 700 kilogram itu sudah bagus,” ujarnya.
“Kami khawatir dan prihatin itu akan berisiko kalau pendaptan masyarakat terus menurun, kami sebagai lembaga konservasi juga melihat bahwa ada juga kerusakan karang yang terus menerus karena bom, potassium, ditarik oleh troll, macam-macam sebabnya. Ikannya menurun, karangnya menurun, jadi ini kita menuju kehancuran”
Taufiq menambahkan, dalam implementasi kegiatan, RARE melakukannya dengan cara mendidik dan memberdayakan masyarakat setempat agar mengubah cara berpikir tentang kawasan perairan dikaitkan dengan mata pencaharian.
Menurutnya, masyarakat harus sadar bahwa dengan memperlakukan kawasan perairan secara baik, perekonomian masyarakat setempat juga akan baik bahkan meningkat. Ia menegaskan upaya tersebut sudah berhasil terwujud di beberapa daerah.
“Ini semua terjadi karena masyarakat berubah perilakunya dari merusak menjadi tidak merusak, dari memancing sembarangan menjadi memancing pakai aturan,” ujarnya.