BANDA ACEH —
Koodinator Program Jaringan KuALA Aceh, Marzuki Wahab mengatakan Kamis (31/1), pihaknya mendampingi komunitas warga di 17 kawasan konservasi perairan terutama di kabupaten Aceh Besar, Sabang dan kabupaten Aceh Timur, provinsi Aceh. “Kawasan-kawasan itu coba kita advokasi, dan yang kita coba pertama ini masalah konservasi perairan, berbasis kearifan lokal,” ungkap Marzuki.
Marzuki mengatakan, pihaknya berupaya memberi kontribusi dan bekerjasama dengan pihak terkait, mendukung pemerintah setempat dalam memprioritaskan konservasi perairan demi kesejahteraan warga pesisir, termasuk nelayan.
Ia mengatakan bahwa selain masalah perubahan iklim, secara langsung ada aktivitas dari cara menangkap ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti pemboman, pembiusan, dan juga penjaringan ikan di kawasan terumbu karang.
Menurut Marzuki, nelayan dan warga pesisir belum bangkit secara ekonomi, masih cukup miskin. Para aktivis mengatakan, tantangan lain yang cukup berat di provinsi Aceh, saat ini mulai maraknya praktek pertambangan yang diduga merambah wilayah-wilayah pesisir yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai cagar alam kawasan konservasi yang dilindungi.
Sebelumnya, Gubernur Aceh Dr. Zaini Abdullah mengatakan, pembagunan yang berperspektif lingkungan menjadi salah satu syarat yang tengah diperjuangkan pemerintahannya.
Gubernur Zaini berkomitmen kuat terhadap penegakan hukum,dan berjanji akan melakukan evaluasi serius praktek perusahaan pertambangan yang diduga terbukti menyalahi aturan.
Praktisi lingkungan mengatakan, sekitar tujuh puluh persen kawasan konservasi yang ada di Pulau Sumatera masih terdapat di Provinsi Aceh. Para praktisi mendesak pemerintah Aceh mampu mempertahankan kelestarian lingkungan baik hutan maupun kawasan perairan lautnya.
Staf Bidang Kelautan Dana Margasatwa Dunia WWF Indonesia, Dewi Satriani mengatakan, beberapa zona penting dalam menetapkan kawasan konservasi.Ia mengatakan, “Tidak sembarangan juga kita menetapkan kawasan konservasi, harus lebih dikonsentrasikan pada kawasan ekologis penting, sejauh ini kawasan ekologis penting paling banyak ditemukan di terumbu karang , bakau dan padang lamun.”
Dewi menambahkan, konsorsium negara-negara di dunia dinilai perlu memperkuat sejumlah lembaga mitra di Indonesia dalam melindungi masyarakat pesisir, termasuk menyelamatkan ekosistem laut dari fase krisis. Menurut Dewi, saat ini cukup banyak organisasi mitra yang bersimpati untuk program konservasi di seluruh dunia.
Politisi muda Partai Aceh Fachrur Razi mengatakan, program mencegah bencana, penegakan hukum dan upaya rehabilitasi lingkungan harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah Aceh. Ia mengatakan bahwa pemulihan lingkungan selama ini belum maksimal. Ia mengharap dengan berbagai pendekatan resiko bencana dan krisis ekologi bisa dikurangi.
Sebelumnya, pemerintah pusat mengakui dalam menghadapi dampak perubahan iklim dan mengatasi masalah lingkungan perlu memperkuat kemitraan global, baik kerjasama bilateral, di tingkat regional ASEAN maupun Perserikatan Bangsa Bangsa.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Sudirman Saad, baru-baru ini bertolak ke AS. Menurut Sudirman kemitraan strategis AS-RI semakin dimatangkan, salah satunya program perlindungan masyarakat pesisir dan konservasi perairan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim. “Amerika Serikat sudah mengimplementasikan itu sejak awal, mereka membentuk suatu program yang disebut Coral Triangle Support Partnership (CTSP),” papar Sudirman.
Enam negara, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Solomon dan Timor-Leste menjadi mitra kunci AS untuk program konservasi perairan CTSP yang mencakup pengelolaan perikanan berkelanjutan, perubahan iklim, perlindungan terumbu karang dan spesies langka.
Sebelumnya, Indonesia telah menargetkan kawasan konservasi perairan mencapai 20 juta hektar pada tahun 2020. Pengembangan kawasan berbasis masyarakat pesisir, bertujuan lingkungan pesisir terjaga dan dikelola secara berkelanjutan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Melalui program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) 2013, Indonesia menargetkan 70 desa pesisir di 17 kabupaten kota. Program PDPT mencakup bina sumber daya manusia, ekonomi, infrastruktur, lingkungan, dan siaga bencana, terutama dari bencana alam dan dampak perubahan iklim.
Pakar memperkirakan penduduk Indonesia pada 2020 mencapai 255 juta. Potensi ekonomi laut Indonesia diperkirakan sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun, atau dapat dikatakan setara dengan 10 kali APBN negara pada 2012.
Dalam waktu dekat, Indonesia akan menjadi tuan rumah terkait Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik APEC yang menitikberatkan pada peningkatan ekonomi kelautan.
Marzuki mengatakan, pihaknya berupaya memberi kontribusi dan bekerjasama dengan pihak terkait, mendukung pemerintah setempat dalam memprioritaskan konservasi perairan demi kesejahteraan warga pesisir, termasuk nelayan.
Ia mengatakan bahwa selain masalah perubahan iklim, secara langsung ada aktivitas dari cara menangkap ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti pemboman, pembiusan, dan juga penjaringan ikan di kawasan terumbu karang.
Menurut Marzuki, nelayan dan warga pesisir belum bangkit secara ekonomi, masih cukup miskin. Para aktivis mengatakan, tantangan lain yang cukup berat di provinsi Aceh, saat ini mulai maraknya praktek pertambangan yang diduga merambah wilayah-wilayah pesisir yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai cagar alam kawasan konservasi yang dilindungi.
Sebelumnya, Gubernur Aceh Dr. Zaini Abdullah mengatakan, pembagunan yang berperspektif lingkungan menjadi salah satu syarat yang tengah diperjuangkan pemerintahannya.
Gubernur Zaini berkomitmen kuat terhadap penegakan hukum,dan berjanji akan melakukan evaluasi serius praktek perusahaan pertambangan yang diduga terbukti menyalahi aturan.
Praktisi lingkungan mengatakan, sekitar tujuh puluh persen kawasan konservasi yang ada di Pulau Sumatera masih terdapat di Provinsi Aceh. Para praktisi mendesak pemerintah Aceh mampu mempertahankan kelestarian lingkungan baik hutan maupun kawasan perairan lautnya.
Staf Bidang Kelautan Dana Margasatwa Dunia WWF Indonesia, Dewi Satriani mengatakan, beberapa zona penting dalam menetapkan kawasan konservasi.Ia mengatakan, “Tidak sembarangan juga kita menetapkan kawasan konservasi, harus lebih dikonsentrasikan pada kawasan ekologis penting, sejauh ini kawasan ekologis penting paling banyak ditemukan di terumbu karang , bakau dan padang lamun.”
Dewi menambahkan, konsorsium negara-negara di dunia dinilai perlu memperkuat sejumlah lembaga mitra di Indonesia dalam melindungi masyarakat pesisir, termasuk menyelamatkan ekosistem laut dari fase krisis. Menurut Dewi, saat ini cukup banyak organisasi mitra yang bersimpati untuk program konservasi di seluruh dunia.
Politisi muda Partai Aceh Fachrur Razi mengatakan, program mencegah bencana, penegakan hukum dan upaya rehabilitasi lingkungan harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah Aceh. Ia mengatakan bahwa pemulihan lingkungan selama ini belum maksimal. Ia mengharap dengan berbagai pendekatan resiko bencana dan krisis ekologi bisa dikurangi.
Sebelumnya, pemerintah pusat mengakui dalam menghadapi dampak perubahan iklim dan mengatasi masalah lingkungan perlu memperkuat kemitraan global, baik kerjasama bilateral, di tingkat regional ASEAN maupun Perserikatan Bangsa Bangsa.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Sudirman Saad, baru-baru ini bertolak ke AS. Menurut Sudirman kemitraan strategis AS-RI semakin dimatangkan, salah satunya program perlindungan masyarakat pesisir dan konservasi perairan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim. “Amerika Serikat sudah mengimplementasikan itu sejak awal, mereka membentuk suatu program yang disebut Coral Triangle Support Partnership (CTSP),” papar Sudirman.
Enam negara, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Solomon dan Timor-Leste menjadi mitra kunci AS untuk program konservasi perairan CTSP yang mencakup pengelolaan perikanan berkelanjutan, perubahan iklim, perlindungan terumbu karang dan spesies langka.
Sebelumnya, Indonesia telah menargetkan kawasan konservasi perairan mencapai 20 juta hektar pada tahun 2020. Pengembangan kawasan berbasis masyarakat pesisir, bertujuan lingkungan pesisir terjaga dan dikelola secara berkelanjutan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Melalui program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) 2013, Indonesia menargetkan 70 desa pesisir di 17 kabupaten kota. Program PDPT mencakup bina sumber daya manusia, ekonomi, infrastruktur, lingkungan, dan siaga bencana, terutama dari bencana alam dan dampak perubahan iklim.
Pakar memperkirakan penduduk Indonesia pada 2020 mencapai 255 juta. Potensi ekonomi laut Indonesia diperkirakan sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun, atau dapat dikatakan setara dengan 10 kali APBN negara pada 2012.
Dalam waktu dekat, Indonesia akan menjadi tuan rumah terkait Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik APEC yang menitikberatkan pada peningkatan ekonomi kelautan.