Kanselir Jerman Tolak Larangan Migran Muslim

Kanselir Jerman Angela Merkel memberikan pernyataan kepada media di Berlin (foto: dok).

Kanselir Jerman Angela Merkel mengecam sikap negara-negara Eropa yang menyatakan tak akan menerima migran Muslim.

Kanselir Jerman Angela Merkel hari Minggu (28/8) mengecam negara-negara di Eropa yang menyatakan tak akan menerima pengungsi Muslim, sikap beberapa negara Eropa Timur dalam menanggapi masuknya pendatang dari dunia Islam.

Merkel mengatakan ia berharap anggota Uni Eropa mencapai kesepakatan mengenai pertanyaan yang timbul dari krisis migran itu, salah satunya adalah bagaimana membagikan pencari suaka secara merata di antara ke-28 negara anggota blok itu.

Kepada radio pemerintah Jerman ARD, Merkel mengatakan, bahwa “setiap orang harus ikut ambil bagian'' dan tidak menutup kemungkinan membiarkan beberapa negara menerima lebih sedikit migran jika sebagai gantinya mereka memberi kontribusi finansial yang lebih banyak. Tetapi, ia menegaskan sikapnya, menutup diri dari pengungsi berdasar agama mereka, tidaklah benar.

Komentar itu disampaikan hampir setahun setelah Merkel memutuskan untuk mengizinkan ratusan ribu migran yang terlantar di negara-negara Eropa lain untuk datang ke Jerman. Langkah itu memicu lebih banyak migran melintasi negara-negara Balkan, puncaknya adalah kedatangan lebih dari 10 ribu pencari suaka setiap hari di perbatasan Jerman.

Pejabat-pejabat mengatakan, tercatat lebih dari sejuta pengungsi tahun 2015, tetapi menurut pejabat tinggi migrasi Jerman, angka sebenarnya mungkin lebih rendah setelah orang yang terdaftar dua kali dan yang pergi ke negara-negara lain dihapus.

Dalam wawancara dengan mingguan Jerman Bild am Sonntag, kepala Kantor Federal Jerman untuk Migrasi dan Pengungsi Frank-Juergen Weise memperkirakan jumlah tahun 2016 turun tajam dibandingkan jumlah tahun lalu. Kantornya merencanakan kedatangan 250 ribu sampai 300 ribu pendatang baru tahun ini.

Tingginya jumlah pendatang memaksa negara-negara seperti Hongaria dengan tajam mengritik Merkel, bahkan menuduhnya mengancam stabilitas Eropa. [ka/ii]