Sekelompok siswa SMA Negeri 6 Solo sedang berada di sebuah ruangan berisi deretan peralatan tulis menulis dan kemasan makanan ringan, Selasa (2/5). Hanya ada tempelan harga dan kotak berisi uang, tak ada kasir atau orang yang membantu menerima atau memberi uang kembalian.
Salah satu siswa kelas X di SMA 6 Solo, Isnanto Cahyo, merasa nyaman membeli di kantin kejujuran sekolahnya ini. “Ya, ini tindakan kecil tapi berdampak besar. Saya suka membeli, ambil sendiri, bayar sendiri, ambil uang kembalian sendiri. Ini benar-benar melatih kejujuran. Saya jujur apa tidak, hati nurani berbicara di kantin ini,” kata Isnanto.
Kantin kejujuran di SMA 6 Solo ini menjadi percontohan hasil kerjasama Pemkot Solo dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Selain SMA ini, kantin kejujuran tersebut juga didirikan di SMP Negeri 10 Solo. Kepala Dinas Pendidikan Pemkot Solo, Etty Retnowati berharap kantin-kantin Kejujuran di sekolah akan bisa terus bertahan meski banyak yang bertumbangan karena merugi.
Your browser doesn’t support HTML5
“Ini cara melatih anak berkarakter jujur. Sangat bagus. Kita berharap ini tidak hanya hangat-hangat tahi ayam, atau berlangsung singkat. Inginnya terus. Kalau tidak ada yang jaga kantin, ya tidak masalah. Saya ambil minum, makanan, barang, yang dijual, ya bayar sesuai harganya. Dulu pernah ada juga kantin seperti ini, akhirnya berhenti operasional. Modalnya habis," kata Etty.
Walikota Solo, Hadi Rudyatmo mengungkapkan rata-rata modal yang dibutuhkan untuk mendirikan kantin kejujuran tidak terlalu banyak. Menurut Rudy, Solo berencana memberlakukan pembentukan kantin kejujuran di seluruh sekolah tingkat SD, SMP, maupun SMA di Solo.
“Kita akan panggil kepala sekolah masing-masing SD, SMP, atau SMA. Setiap kantin kejujuran itu butuh biaya berapa. Kalau modal kecil ya tidak masalah. Ini juga kalau yang dibentuk hanya di dua sekolah ini, SMA 6 dan SMP 10, sekolah lain akan bereaksi. Makanya akan kita usahakan semua sekolah punya kantin kejujuran. Pionirnya kan sudah ada," kata Hadi Rudyatmo.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Sadiman, menargetkan 35 kabupaten kota di provinsi ini bisa bekerjasama dengan kejaksaan setempat mendirikan kantin kejujuran di sekolah sebagai bentuk pendidikan dini anti-korupsi.
“Saya harapkan, tidak hanya di SMP, SMA, SMK, MA, atau sekolah negeri saja tetapi juga sekolah swasta. Semua harus bergerak. Sebagai awal, pada Hari Pendidikan Nasional, ada dua sekolah ini dulu kita coba. Kita targetkan semua daerah, kabupaten/kota di Jawa Tengah, paling tidak punya satu sekolah SMP, SMA, SMK, yang ada kantin kejujuran. Pengawasnnya nanti kan kita punya program Jaksa masuk sekolah, selain memberikan penerangan hukum atau pemahaman siswa pada bidang hukum, tetapi nanti juga jaksa ini memantau bagaimana perkembangan kantin kejujuran di sekolah,” kata Sadiman.
Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung membuat program Kantin Kejujuran di sekolah-sekolah sejak tahun 2008. Menurut data Kemendikbud yang dilansir tahun 2008, ada 1.000 kantin kejujuran didirikan di sekolah-sekolah negeri. Namun, banyak yang kemudian tutup karena tidak ada yang mengurus sehingga bangkrut.
Contohnya, sejak dibentuknya pada 2007 silam, dari 697 kantin kejujuran yang dibentuk di Bekasi kini hanya satu yang masih bertahan. Selebihnya gulung tikar alias tutup karena merugi. Upaya mempertahankan kantin kejujuran dilakukan dengan memberi subsidi jutaan rupiah per kantin dari APBD, namun juga tak berhasil.
Konsep awal KPK membentuk kantin kejujuran itu adalah menjadikannya laboratorium perilaku siswa. KPK mencoba mendorong setiap guru agar bisa membimbing siswa-siswanya di kelas. Namun selama ini, pengelolaan kantin kejujuran melibatkan pihak ketiga.
KPK tidak pernah mendorong sekolah membangun warung kejujuran dengan anggaran APBD sebagai modal, namun berasal dari swadaya atau iuran masing-masing.
Keprihatinan mengenai kondisi kantin kejujuran di sekolah atau instansi membuat pemerintah merencanakan masuknya kurikulum anti-korupsi di pendidikan dasar dan menengah. [ys/uh]