Sembilan belas tahun yang lalu, aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib dibunuh dengan cara diracun dalam penerbangan Garuda Indonesia dari Singapura menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004.
Satu tahun kemudian, tepatnya pada 20 Desember 2005, pilot pesawat Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto divonis 14 tahun penjara sebagai aktor pembunuhan Munir. Namun, hingga laporan ini disampaikan, otak di balik kasus ini belum terungkap.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), pada September 2022 telah membentuk tim ad hoc untuk mengusut pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan Munir dan menargetkan penyelidikan akan selesai pada akhir tahun ini.
BACA JUGA: Hari HAM Sedunia: Penegakan HAM di Indonesia Dinilai Masih Sangat LemahKelompok Sipil yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) pekan ini menagih janji Komnas HAM terkait penyelesaian kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat itu. Komnas HAM juga diminta memaparkan kemajuan dalam menangani kasus ini.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengaku heran karena Komnas HAM belum juga melaksanakan penyelidikan pro yustisia sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya. Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, investigasi pro yustisia dilakukan dalam janga waktu yang jelas dan terukur.
Menurut Usman, undang-undang telah mengamanatkan kepada Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan pro yustisia yang benar dan adil terhadap kasus pembunuhan Munir.
"Sayangnya dari sudut pandang kerangka waktu itu saja, kita melihat penyelidikan (perkara pembunuhan Munir) ini terus tertunda. Kami khawatir penundaan ini benar-benar berakibat negatif dan mencerminkan akhir dari penyelidikan kasus ini yang mengalami kebuntuan," katanya.
Selain kerangka waktu, dia mengharapkan proses penyelidikan pro yustisia kasus pembunuhan Munir memberikan terobosan untuk investigasi yang lebih dalam lagi, terutama untuk mengaktifkan proses hukum sebelumnya pasca pembebasan mantan deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwoprandjono oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
BACA JUGA: Aktivis Ajukan Gugatan UU Perlindungan HAM ke MKMenurut Usman, ada kejanggalan dalam aspek prosedural dan material proses peradilan tersebut. Dia mencontohkan adanya sejumlah saksi mencabut keterangan dan melakukan penyangkalan. Dia berharap Komnas HAM mengambil terobosan sehingga kasus pembunuhan Munir bisa terungkap dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Bivitri: Ini soal keadilan
Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan bahwa waktu 19 tahun sejak Munir dibunuh adalah periode yang terlalu lama bagi keluarga korban untuk mendapatkan keadilan. Dia menekankan meramaikan kembali kasus pembunuhan Munir ini tidak ada kaitannya dengan jelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024.
"Ini bukan soal argumen lima tahunan. Ini sesuatu yang harus kita catat bahwa kasus pelanggaran HAM berat tidak selesai selama orang yang menyuruh itu belum diadili," ujarnya.
Penyelidikan masih berjalan
Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komnas HAM Saurlin Siagian mengatakan secara umum proses penyelidikan kasus pembunuhan Munir masih berjalan namun ada prosedur yang harus dijalani secara cermat dan tidak dapat diinformasikan kepada publik.
"Oleh karena itu, pernyataan dari ketua tim (penyelidikan Komnas HAM) target penyelesaian penyelidikan tim Munir hingga akhir 2023 belum dapat dituntaskan," ujar Saurlin.
Saurlin menambahkan bahwa proses pemeriksaan saksi yang dilakukan secara tertutup akan dilanjutkan pada Januari.
BACA JUGA: Jokowi Akui telah Terjadi Pelanggaran HAM Berat di IndonesiaMenurut Saurlin, target penyelidikan kasus Munir rampung akhir tahun ini diputuskan oleh pimpinan Komnas HAM periode sebelumnya, dan pimpinan Komnas HAM periode sekarang diwajibkan untuk melanjutkan keputusan tersebut.
Munir Diracun Arsenik
Aktivis HAM terkemuka, Munir Said Thalib, berada dalam kondisi sehat saat meninggalkan Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia 974 menuju Amsterdam dengan singgah di Singapura. Ia mengerang kesakitan selama dalam perjalanan ke Amsterdam dan meregang nyawa dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol pukul 08.10 waktu setempat.
Your browser doesn’t support HTML5
Hasil autopsi kepolisian Belanda dan Indonesia menyimpulkan dia tewas karena senyawa arsenik. Hasil penyelidikan saat itu mendapati bahwa pelaku pembunuhan adalah pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus divonis 14 tahun penjara pada 12 Desember 2005.
Pengadilan juga menjatuhkan vonis satu tahun penjara terhadap Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Iwan Setiawan, karena dinilai menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir. Sejumlah fakta yang terungkap di persidangan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara BIN. Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) saat itu, Muchdi Purwoprandjono sempat menjadi terdakwa, meskipun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskannya dari segala dakwaan.
Para aktivis pembela HAM menilai pembunuhan Munir penting ditetapkan menjadi pelanggaran HAM berat, supaya tidak dianggap sebagai kasus kriminal biasa yang penyelidikannya bisa kedaluwarsa. [fw/em]