Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengatakan keadaan darurat COVID-19 untuk Tokyo dan beberapa daerah sekitarnya akan berlanjut hingga 12 September, setelah lonjakan kasus baru selama tiga hari terakhir. Sebelumnya keadaan darurat direncanakan diakhiri akhir bulan ini.
Tokyo, Senin (16/8), mengumumkan 2.962 kasus baru harian setelah mencapai rekor 5.773 pada hari Jumat. Secara keseluruhan Jepang mencatat rekor 20.400 kasus pada hari itu.
Kepada wartawan, Suga mengatakan lonjakan infeksi mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Ia mengatakan keadaan darurat yang saat ini berlaku untuk Tokyo, Osaka dan Okinawa akan mencakup tiga wilayah lainnya Kyoto, Hyogo dan Fukuoka, yang saat ini statusnya untuk COVID-19 tidak terlalu parah.
Keadaan darurat itu dimulai pada bulan Juli, tepat sebelum Olimpiade Tokyo dimulai. Dengan perpanjangan terbaru ini, keadaan darurat akan tetap berlaku selama Paralimpiade 24 Agustus hingga 5 September.
BACA JUGA: Jepang Janjikan Lebih Banyak Bantuan untuk Tangani Pandemi di ThailandSuga mengatakan langkah-langkah itu akan secara resmi berlaku Selasa, setelah konsultasi lebih lanjut dengan para ahli. Ia juga mengatakan perawatan di rumah sakit adalah "prioritas," dan orang-orang yang menunggu di rumah untuk dirawat di rumah sakit mendapatkan pemeriksaan melalui telepon. Para pengecam mengatakan pemerintah belum berbuat cukup untuk menangani krisis sistem rumah sakit secara menyeluruh untuk mengakomodasi penderita COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona.
Keadaan darurat di Jepang itu membatasi aktivitas komersial, dengan bar dan restoran diperintahkan tutup atau berhenti menjual alkohol, dan bioskop serta tempat-tempat karaoke ditutup. Undang-undang Jepang membatasi seberapa jauh mandat pemerintah, sehingga keadaan darurat tidak lebih dari permintaan untuk bekerja sama.
Hanya sepertiga lebih penduduk Jepang yang sudah divaksinasi penuh, meskipun virus corona varian delta yang sangat menular dilaporkan menyebar. Peluncuran vaksinasi Jepang dimulai relatif terlambat dan salah satu yang terlamban di antara negara-negara industri.
Di Jepang telah terjadi lebih dari 15.000 kematian terkait COVID-19, dan kekhawatiran meningkat terkait layanan kesehatan yang semakin kewalahan. [my/lt]