Kasus Penyerangan Polsek, Setara Usulkan Peradilan Koneksitas untuk Anggota TNI 

Kondisi Polsek Ciracas di Jakarta Timur setelah diserang anggota TNI pada Sabtu (29/8/2020) dini hari. (Foto: Humas Polri)

Setara Institute mendorong TNI dan Polri untuk mempertimbangkan penyelenggaraan peradilan koneksitas untuk mengadili anggota TNI yang terlibat dalam perusakan Polsek Ciracas dan Polsek Pasar Rebo Jakarta Timur.

Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan menilai perusakan Polsek Ciracas dan Polsek Pasar Rebo yang dilakukan anggota TNI merupakan tindak pidana umum. Karena itu, kata dia, tindak pidana tersebut semestinya dapat diadili di peradilan umum. Namun, kata Halili, hal tersebut kemungkinannya kecil dilakukan di peradilan di Indonesia.

Ia mengusulkan agar dibentuk peradilan koneksitas sebagai solusi agar anggota TNI yang melakukan tindakan pidana umum agar dapat diadili di peradilan umum, bukan peradilan militer.

Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan. (dok. pribadi)

"Siapa pun dia, mau pakai baju apapun itu tindak pidana umum. Jadi seharusnya bisa dilakukan di peradilan umum, hanya secara politik itu hampir tidak mungkin," jelas Halili kepada VOA, Selasa (1/9/2020).

Halili menjelaskan peradilan koneksitas juga pernah dibentuk dalam kasus yang melibatkan anggota TNI. Salah satunya kasus dugaan korupsi Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BPTWD) TNI AD pada 2007. Kasus ini melibatkan dua tersangka sipil dan satu tersangka militer. Kata Halili, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI AD sempat melakukan penyelidikan dalam kasus ini sebelum dilimpahkan ke tim koneksitas.

Pengadilan Koneksitas Diatur di KUHAP

Ketua Setara Institute Hendardi menambahkan peradilan koneksitas diatur dalam Pasal 89-94 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut memuat sejumlah ketentuan mengenai peradilan koneksitas. Antara lain soal pembentukan tim koneksitas dan penentuan peradilan militer atau peradilan umum yang akan menangani kasus.

BACA JUGA: Prajurit TNI yang Terlibat Penyerangan Polsek Ciracas Terancam Dipecat

Dalam Pasal 89 KUHAP dijelaskan peradilan koneksitas untuk mengadili tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh pelaku yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer. Penyidikan perkara tersebut dilakukan oleh tim yang terdiri dari penyidik polisi militer, pejabat polisi atau PNS yang berwenang. Tim ini dibentuk dengan surat keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Menteri Kehakiman.

Kata Hendardi, ketentuan soal acara pemeriksaan koneksitas juga diatur dalam Pasal 198 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. "Presiden Joko Widodo bisa memprakarsai perubahan UU 31/1997 tentang Peradilan Militer sebagai agenda utama untuk memastikan jaminan kesetaraan di muka hukum, khususnya anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum diadili di peradilan umum," kata Hendardi kepada VOA.

Pakar Hukum: Sedianya Tak Ada Lagi Perbedaan Hukum Untuk Sipil dan Militer

Sementara pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan berpendapat peradilan koneksitas mensyaratkan adanya pelaku dari kalangan militer dan sipil. Karena itu, kata dia, apabila pelaku tindak pidana berasal dari militer semua, maka kasus tersebut akan diadili di pengadilan militer.

Namun, kata dia, semestinya sudah tidak ada perbedaan hukum lagi antara masyarakat sipil dengan anggota militer dalam hukum pidana Indonesia. Ia berpendapat semua orang yang melakukan tindak pidana umum dapat diadili di peradilan umum. Sementara untuk peradilan militer hanya mengadili kasus militer seperti desersi atau pengingkaran tugas.

"Militer itu hanya kasus pidana militer seperti desersi. Kalau di swasta dianggapnya bolos saja, kalau di tentara itu tindak pidana. Kalau ada desersi ya di pengadilan militer, pengadilan negeri tidak bisa mengadili," jelas Agustinus Pohan kepada VOA.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (AD) Andika Perkasa dalam konferensi pers di Mabes AD Jakarta pada Minggu (30/8/2020). (Foto: TNI AD)

Agustinus menambahkan ketentuan soal militer tunduk pada peradilan pidana umum dijelaskan dalam Pasal 65 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Adapun Pasal 65 ayat 2 UU TNI berbunyi, "Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang."

Hanya, kata dia, belum ada ketentuan pelaksana yang menjelaskan Pasal 65 UU TNI tersebut. Di sisi lain, Pasal 74 Undang-undang TNI juga menyebutkan ketentuan dalam Pasal 65 akan berlaku pada saat Undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan. Selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk, makan akan tetap tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

VOA sudah berusaha menghubungi sejumlah pejabat TNI, namun hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari mereka terkait usulan peradilan koneksitas.

12 TNI Diduga Terlibat Pengrusakan

Polsek Ciracas dan Polsek Pasar Rebo di Jakarta Timur diserang dan dirusak anggota TNI pada Sabtu (29/8/2020) dini hari. Dua orang polisi mengalami luka-luka dan satu mobil dinas rusak akibat serangan yang dilakukan sekelompok orang terhadap Polsek Ciracas Jakarta Timur pada Sabtu (29/8/2020) dini hari. Aksi penyerangan dan perusakan kemudian merembet ke Polsek Pasar Rebo dengan dugaan pelaku sebanyak dua orang.

Your browser doesn’t support HTML5

Kasus Penyerangan Polsek, Setara Usulkan Peradilan Koneksitas Untuk Anggota TNI


TNI telah memeriksa dua belas anggota TNI, tiga di antaranya mengaku sebagai pelaku perusakan. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (AD) Andika Perkasa memperkirakan anggota TNI yang terlibat dalam penyerangan kantor polisi di Jakarta Timur lebih dari 31 orang yang sudah dan akan diperiksa. Ia mengancam akan memecat anggota TNI yang terbukti dalam kasus tersebut dan mengupayakan mereka mengganti ganti rugi kepada korban. [sm/em]