Giovanni Guerrero mengatakan akhir-akhir ini ia semakin sering diam di rumah.
Mahasiswa tingkat tiga jurusan teknik penerbangan antariksa di California Polytechnic State University di San Luis Obispo itu adalah anggota komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dan keturunan Meksiko. Ia terutama merasa posisinya rentan sejak kampanye pemilihan presiden yang sangat memecah belah dan diikuti gelombang beragam kejahatan kebencian.
Kegelisahan Guerrero dirasakan banyak warga LGBT AS, seperti ditemukan oleh Trevor Project, kelompok nirlaba yang berupaya mencegah bunuh diri di kalangan anak muda LGBT. Saluran hotline nasional kelompok itu menerima dua kali lebih banyak telepon dalam dua hari sejak pilpres AS.
Juru bicara Trevor Project Steve Mendelsohn mengatakan kepada VOA pusat krisis lembaganya menerima rata-rata 150 sampai 175 telepon, SMS atau pesan daring per hari Desember tahun lalu. Dalam minggu menjelang pilpres AS November ini, jumlahnya meningkat menjadi 230 per hari.
"Ada banyak ketakutan di luar sana...dan kegelisahan meningkat sejak pilpres... Mereka takut akan kehilangan hak mereka," ujar Mendelsohn.
Mendelsohn mengatakan orang-orang yang menghubungi mereka mengungkapkan kegelisahan soal keamanan pribadi mereka dan ketakutan mereka akan dipaksa menjalani terapi konversi atau undang-undang yang mengesahkan persamaan perkawinan akan dicabut setelah Donald Trump menjadi presiden bulan Januari.
Dalam kampanyenya, Trump bersumpah akan mengangkat hakim-hakim agung yang akan mencabut aturan yang melegalkan pernikahan sesama jenis di ke-50 negara bagian, meski kemudian ia mengatakan aturan tersebut "sudah mapan" dan ia nyaman dengannya.
Wakil Presiden terpilih Mike Pence sejak lama diduga mendukung terapi konversi, praktik untuk mencoba mengubah orientasi seksual seseorang. Dalam wawancara dengan New York Times, juru bicara Pence menyangkal hal itu. [hd]