Kekhawatiran Bahaya Covid-19 Dibalik Pembagian Kekuasaan Israel

Poster di Tel Aviv yang menggambarkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu (kiri) dan saingannya, Benny Gantz yang kini menyepakati pemerintah persatuan di Israel.

Setelah tiga kali pemilu dan lebih dari setahun, Israel kini punya pemerintah persatuan yang baru dengan kesepakatan darurat dalam pembagian kekuasaan yang dicapai pekan ini antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan saingannya, Benny Gantz. Ada kekhawatiran kepemimpinan baru itu mungkin tidak dapat berjalan mulus akibat adanya perbedaan internal.

Kesepakatan itu muncul setelah jajak pendapat menunjukkan warga Israel menginginkan pemerintah bersatu, kata seorang analis terkait sentimen yang sebagian besar mencerminkan kekhawatiran masyarakat atas situasi darurat virus corona.

Sebelum kesepakatan itu, mantan Kepala Staf Militer, Benny Gantz berulang kali mengemukakan tidak akan pernah bergabung dalam pemerintahan pimpinan Netanyahu, yang akan menghadapi sidang pengadilan dalam tiga kasus terpisah. Gantz kemudian berubah pikiran.

BACA JUGA: PM Netanyahu, Benny Gantz Sepakati Sistem Pemerintahan Bersama

Dalam sambutannya di televisi Israel, Gantz menjelaskan lebih penting untuk melawan virus corona daripada menang dalam politik.

“Saya memilih untuk melestarikan demokrasi dan bekerjasama dengan Netanyahu dalam situasi darurat yang kini dihadapi Israel,” kata Gantz.

Israel memberlakukan aturan bagi sebagian besar warganya untuk tetap berada di rumah sejak lebih darisatu bulan. Pada 22 April 2020 tercatat hampir 200 kematian, dan lebih dari 14.000 infeksi vius korona yang dikonfirmasi.

Berbicara pada hari tercapainya kesepakatan itu, analis politik Aviv Bushinsky mengemukakan Israel jelas menginginkan bentuk pemerintahan tersebut, karena alternatif lainnya adalah mengadakan pemilu keempat.

“Hari ini memberi kelegaan pada hampir setiap warga Israel bukan karena akan adanya hari peringatan Holocaust namun menjadi pertanda besar berakhirnya hampir 500 hari gejolak politik termasuk tiga pemilu dalam setahun,” ujarnya.

Kesepakatan itu memberi kesempatan bagi Netanyahu dan Gantz bergiliran untuk memimpin.

Gantz menyetujui Netanyahu menjabat sebagai Perdana Menteri untuk satu setengah tahun pertama, kemudian kepemimpinan diserahkan padanya untuk satu setengah tahun berikutnya.

Para kritikus skeptis bahwa Netanyahu akan tepat janji untuk bergantian menjabat ketika masa pemerintahannya berakhir. Analis politik Yoav Krakovsky menjelaskan Netanyahu memperoleh lebih banyak dukungan dalam kesepakatan itu daripada Gantz.

“Partai Likud pimpinan Netanyahu lebih banyak dukungan sehingga punya hak veto tentang penunjukanpejabat dalam peradilan,” katanya.

Kesepakatan itu dicapai berminggu-minggu sebelum Netanyahu dijadwalkan muncul di pengadilan atas tiga dakwaan korupsi terpisah. Berulang kali Netanyahu menyampaikan keyakinannya atas sistem peradilan yang berprasangka buruk terhadap dirinya.

Para kritikus curiga Netanyahu akan berupaya mengesahkan RUU yang akan membatalkan persidangannya. Ini menambah peluang terjadinya kebuntuan karena pandangan kedua kubu yang berbeda terkait konflik Israel-Palestina.

Netanyahu secara sepihak menginginkan pencaplokan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan bisa melakukannya pada awal Juli 2020. Sementara Gantz berniat menunda inisiatif tersebut dan minta persetujuan Yordania.

Hingga beberapa bulan yang lalu, AS menganggap permukiman Yahudi di Tepi Barat tidak konsisten dengan hukum internasional.

Presiden Trump tahun lalu mengubah kebijakan dan membuka jalan bagi aneksasi Israel terhadap sebagian dari wilayah tersebut. Palestina menyatakan akan melakukan apa saja untuk menghentikan pencaplokan wilayah yang dilakukan Israel. [mg/ii]