Seorang jurnalis Hong Kong muncul di pengadilan, Selasa (10/11), atas tuduhan membuat pernyataan palsu untuk memperoleh informasi dari pangkalan data kendaraan, di tengah kekhawatiran yang berkembang bahwa kebebasan pers terancam di kota semiotonom China itu.
Choy Yuk-ling, produser di Radio Television Hong Kong (RTHK), ditangkap awal bulan ini atas tuduhan membuat pernyataan palsu mengenai alasan mengapa ia perlu mendapatkan informasi mengenai pelat nomor kendaraan dari pangkalan data yang dapat diakses publik.
Ia sebelumnya terlibat dalam produksi film dokumenter investigasi tentang perilaku polisi Hong Kong selama protes antipemerintah tahun lalu, setelah polisi dituduh tidak melakukan intervensi sewaktu terjadi bentrokan kekerasan antara pengunjuk rasa dan segerombolan pria di sebuah stasiun kereta bawah tanah.
Menjelang persidangannya, Choy mengatakan kepada wartawan bahwa kasus tersebut berkaitan dengan kepentingan publik dan kebebasan pers di Hong Kong.
“Ada pemahaman sosial yang sangat kuat. bahwa jurnalis bebas memperoleh informasi publik untuk kepentingan umum,'' ujarnya. “Saya tidak melihat alasan bahwa pemerintah harus membatasi arus informasi.''
BACA JUGA: Anggota Parlemen pro-Hong Kong Ancam MundurIa mengatakan bahwa banyak cendekiawan, serikat pekerja dan pengacara menyatakan keprihatinan bahwa polisi menggunakan undang-undang keamanan nasional untuk menekan kebebasan pers.
Sejumlah anggota serikat RTHK, serta para pendukung dan aktivis prodemokrasi, tampak hadir di luar gedung pengadilan. Mereka membawa poster-poster yang menunjukkan dukungan bagi Choy. Beberapa poster bertuliskan “Jurnalisme bukan kejahatan''.
Kasus Choy ditunda hingga 14 Januari untuk memberi polisi lebih banyak waktu untuk menyelidiki. Choy dibebaskan dengan jaminan.
Kelompok-kelompok media khawatir Undang-undang Keamanan baru Hong Kong, yang mengkriminalkan usaha pemisahan diri, subversi, dan kolusi dengan pihak asing untuk mencampuri urusan internal kota itu, dapat digunakan untuk menindas wartawan yang melaporkan isu yang dianggap mengancam keamanan nasional.
Negara lain mengecam undang-undang yang diberlakukan oleh Beijing sebagai serangan terhadap otonomi dan kebebasan Hong Kong. Departemen Luar Negeri AS pada hari Senin (9/11) kembali mengumumkan sanksi terhadap sejumlah pejabat China lain terkait pemberlakuan undang-undang itu. [ab/uh]