Sejumlah besar pemain internasional, termasuk perusahaan raksasa di Amerika dan China, telah meraup keuntungan dari perang saudara Sudan Selatan yang berlangsung lama, demikian menurut laporan baru kelompok pemantau yang berbasis di Washington, D.C.
Kelompok pemantau The Sentry, yang melaporkan kaitan antara korupsi dan kekejaman massal di Afrika, dalam laporannya yang dirilis di London, Kamis (19/9), menuduh beberapa pemilik bisnis dan entitas perusahaan terlibat dalam korupsi luas yang menyebabkan tewasnya ratusan ribu warga Sudan selama perang saudara.
"Dar Petroleum, konsorsium minyak multinasional yang dipimpin China National Petroleum Corporation, bukan hanya mendapat manfaat pasif dari status quo yang mengerikan namun perusahaan ini secara aktif berpartisipasi dalam penghancuran Sudan Selatan," kata George Clooney, aktor dan salah seorang pendiri The Sentry pada konferensi pers grup di London.
Raksasa minyak itu "mendukung milisi yang mematikan, menyebarkan polusi pada masyarakat, membahayakan ratusan ribu orang, dan menyogok pejabat pemerintah," kata Clooney.
Pendiri Sentry lainnya, John Prendergast, memuji Departemen Keuangan AS atas tindakannya untuk mengakhiri rantai korupsi yang terkait dengan aset di Amerika Serikat (AS).
"Daripada memberi sanksi satu pejabat pada masa tertentu, Departemen Keuangan AS telah membekukan aset-aset di AS dan transaksi bernilai dolar dari seluruh jaringan orang dan perusahaan yang terlibat dalam terorisme, proliferasi nuklir, perdagangan narkoba, dan kegiatan ilegal lainnya," katanya.
Prendergast mendesak pemerintah AS dan Inggris untuk menyelidiki kegiatan Dar Petroleum di Sudan Selatan dan "jika perlu, memberlakukan sanksi semacam ini" pada perusahaan China dan entitas serta individu lain yang disebutkan dalam laporan The Sentry.
Laporan itu mendapati sepanjang perang saudara selama lima setengah tahun di Sudan Selatan, investor internasional "bersedia membentuk kemitraan komersial" dengan para politisi senior dan anggota keluarga mereka, beberapa di antaranya terkait kegiatan kekerasan.
Laporan itu mengatakan konsorsium minyak multinasional di Sudan Selatan, yang dikendalikan oleh Dar Petroleum China dan perusahaan minyak milik negara Malaysia, Petronas, memberikan "dukungan material kepada milisi pro pemerintah yang melakukan kekejaman, termasuk pembakaran seluruh desa, menargetkan warga sipil, dan serangan terhadap lokasi perlindungan warga sipil PBB. " [my/pp]